Minggu, 28 Mei 2017

AMALAN UNGGULAN DIBULAN RAMADHAN (2)

Amalan Unggulan lainnya yang harus kita berikan perhatian lebih untuk bisa melaksanakannya adalah Menjaring Lailatul Qadr. Dalam surat al-Qadr kata ‘Lailatul Qadri’ diulang sampai 3 kali, guna mengagungkan malam tersebut serta menarik perhatian siapapun yang membacanya agar lebih ‘Ngeh’dengan malam tersebut.

Lailatul Qadar adalah malam yang sangat istimewa, karena malam tersebut adalah malam yang penuh kedamaian, karena Allah tidak menakdirkan di malam tersebut melainkan keselamatan. Berbeda dengan malam-malam lainnya, Allah menakdirkan keselamatan dan musibah. Ada juga yang berpendapat bahwa malam itu disebut dengan Lailatul qadri karena banyaknya do’a keselamatan yang dipanjatkan oleh para malaikat untuk kaum mukmin dan mukminah hingga terbitnya Fajar atau Shubuh.

Ada riwayat yang menjelaskan kronologi adanya Lailatul qodri untuk ummat Nabi Muhammad saw. Tapi hadits itu didhoifkan oleh Syekh al-Albani:

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أُرِىَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ، فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أَعْمَارَ أُمَّتِهِ أَنْ لاَ يَبْلُغُوا مِنَ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِى بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِى طُولِ الْعُمْرِ، فَأَعْطَاهُ اللَّهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ.

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw. diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya -yang relatif panjang- sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek, (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan.” (HR. Imam Malik).


Kapan terjadinya Lailatul qodr? Jawabannya sampai kapanpun masih misterius, karena Allah merahasiakannya semoga kita terus berlomba-lomba memperbanyak kebaikan di malam-malam Bulan Ramadhan, tidak hanya giat saat Lailatul qadr saja. Meskipun begitu, Rasulullah saw. Telah memberiathukan kepada kita rentang waktunya, yaitu di sepuluh hari terakhir Ramadhan terutama di 10 hari terakhir, seperti yang beliau sabdakan dalam riwayat ini:

كَانَ رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- يُجَاوِرُ فِي اْلعَشْرِ اْلأوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَيَقُوْلُ: تَحَرَّوْا لَيْلَةَ اْلقَدْرِ فِي اْلعَشْرِ اْلأواخِرِ مِنْ رَمَضَان. (رواه البخاري)

Artinya: “Saat Rasulullah saw. menjelang 10 hari terakhir di Bulan Ramadhan, beliau bersabda, “Carilah Lailatul Qodr di 10 hari terakhir dari Bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari)

Banyak Keistimewaan Malam al-Qodr ( lailatul qodri ). Di antaranya adalah: Pertama; Merupakan malam yang penuh berkah, sebagaimana yang difirmankan Allah: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang member peringatan.” (QS. AdDukhon: 3).

Ibnu ‘Abbas dan selainnya mengatakan, “Allah menurunkan Al Qur’an secara utuh sekaligus dari Lauhul Mahfuzh keBaitul ‘Izzah yang ada di langit dunia. Kemudian Allah menurunkan Al Qur’an kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- tersebu tsecara terpisah sesuai dengan kejadian-kejadian yang terjadi selama 23 tahun.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 403).


“Malam kemuliaan itu lebih baik dariseribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3). An Nakho’I mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (LihatLatho-if Al Ma’arif: 341). Mujahid, Qota dah dan ulamalainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. ( Zaadul Masiir, 9: 191 ). Wallohu ‘alam.


AMALN UNGGULAN DIBULAN RAMADHAN

AMALAN UNGGULAN DIBULAN RAMADHAN



Amalan Unggulan apa yang kudu kita prioritaskan di Bulan Ramadhan? Jawabannya adalah Zakat Fitrah. Itu adalah ibadah khas yang ada di Bulan Ramadhan, sehingga patut untuk kita beri perhatian lebih dan jangan sampai terlupakan. Karena banyak manfaatnya dan juga banyak hikmahnya.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa makanan yang digunakan untuk zakat fithri disebut dengan fithroh (fitrah). Itu hanya istilah fuqoha saja, bukan istilah dari Arab atau diarab-arabkan. Sehingga boleh juga penyebutannya dengan zakat fitrah sebagai istilah syar’i. Intinya, zakat fithri adalah zakat yang diwajibkan karena tidak berpuasanya lagi orang yang berpuasa. (Lihat KitabAl-Mausu’atul Fiqhiyyah: 23/ 335).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ -رضي الله عنه- قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ. وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ. (رواه البخاري)

Artinya: Ibnu Umar ra.berkata: Rasulullah saw. Telah mewajibkan Zakat Fithrah 1 Sha’ dari Kurma atau dari gandum atas kaum muslim, budak dan merdeka, laki dan perempuan, kecil dan besar. Dan beiau peritahka nuntuk ditunaikan sebelum manusia berangkat shalat (‘Ied).” (HR. Bukhari).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ. مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. (رواه أبو داود وحسنه الألباني)


Artinya: Ibnu Abbas ra.berkata: Rasulullah saw. Telah mewajibkan Zakat Fitrah untuk mensucikan orang yang puasa dari yang sia-sia dan kotor, dan guna memberi makan orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat, maka zakatnya diterima. Dan siapa yang menunaikannya setelah shalat, maka itu jadi sedekah biasa. ”( HR. Abu Daud dan dihasankan al-Albani ).
Adapun waktu pelaksanaan Zakat Fitrah, ada sedikit perbedaan di antara ulama tentang hal itu. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fitrah boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan. Ada pula yang berpendapat boleh ditunaikan satu atau dua tahun sebelumnya. (Lihat Kitab al-Mausu’atul Fiqhiyah:23/ 341-342)

Dan Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Seandainya zakat fitrah jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud disyari’atkannya zakat fitrah yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut zakat fitrah. … Karena maksud zakat fitrah adalah untuk mencukupi si miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh didahulukan jauh hari sebelum waktunya.” (Kitab Al-Mughni:4/ 301).

Hikmah disyari’atkannya zakat fitrah sangat banyak, diantaranya: Pertama;  Untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor serta catat (kekurangan) saat puasa. Jadilah kebaikan di hari raya menjadi sempurna. Kedua; Untuk memberi makan kepada orang iskin dan mencukupi mereka sehingga tidak perlu meminta-minta di hari raya, sekaligus membahagiakan mereka di hari raya. Jadilah hari raya itu menjadi hari kebahagiaan.

Ketiga; Bentuk saling berbuat memberi kebaikan antara orang kaya dan orang miskin di hari raya.Keempat; Mendapat pahala karena telah menunaikan zakat pada yang berhak menerima di waktu yang telah ditentukan. Kelima;  Zakat fithri adalah zakat untuk badan yang Allah tetapkan setiap tahunnya di hari raya Idul Fithri. Keenam;  Zakat fithri adalah bentuk syukur setelah puasa itu sempurna. (Lihat KitabAz-Zakatu fil Islam: 322-324). Wallohua’lam.


Sabtu, 27 Mei 2017

KESAKSIAN








TANDA - TANDA ORANG TERKENA GANGGUAN JIN

TANDA ORANG TERKENA GANGGUAN IN 1. Terasa letih, lesu, lemah dan loyo atau bawaannya ingin tidur. 2. Badan terasa berat, malas beraktifitas dan beribadah. 3. Kepala berat, sering menderita sakit kepala sebelah/ keseluruhan. 4. Bagian pundak, punggung dan pinggang berat, atau leher kaku. 5. Sering menggigil kedinginan, atau sebaliknya terasa panas di badan. 6. Sering mengkhayal, melamun, termenung dan bengong. 7. Tiba-tiba tersenyum dan tertawa sendiri atau menangis. 8. Banyak makan tak kenyang-kenyang, tidak makan tapi tak lapar. 9. Emosional, temperamental dan suka membesar-besarkan masalah. 10. Sering pingsan atau tiba-tiba ngamuk (kesurupan). 11. Dihantui rasa was-was, terutama saat shalat & wudhu. 12. Bisa melihat jin, atau sensitif akan keberadaan mereka. 13. Benci melihat orang shalih atau yang taat ibadah. 14. Spontan menirukan gerakan binatang tanpa ia sadari. 15. Suka terasa sesak nafas, terutama saat membaca al-Qur‘an. 16. Susah tidur, meskipun badan letih dan penat tapi mata tak bisa tidur. 17. Tidur tidak nyenyak, dan dirundung gelisah. 18. Di malam hari sering terbangun dari tidur secara tiba-tiba. 19. Banyak tidur tapi tidak puas, bawaannya ngantuk terus. 20. Suka tindihan atau rep-repan, seakan ada sosok yang menindihnya. 21. Suka mengigau dengan kata-kata jorok dan kotor. 22. Suka mimpi jorok (melihat kelamin lain jenis yang tak wajar). 23. Sering mimpi buruk, seram dan menakutkan. 24. Sering mimpi melihat binatang buas; ular, kucing, anjing, srigala. 25. Melakukan gerakan aneh-eneh atau gerakan binatang. 26. Mimpi diperkosa/ disetubuhi oleh sosok seram atau bayangan hitam. 27. Mimpi terlempar atau jatuh dari tempat yang tinggi. 28. Gigi bagian bawah beradu keras dengan gigi bagian atas. 29. Mimpi melihat hantu (syetan), atau sosok aneh-aneh lainnya. 30. Sering tertawa, menangis , berteriak-teriak padahal matanya merem. 31. Susah dapat Jodoh atau pasangan hidup 32. Berlibido Tinggi (hyper sex), atau sebaliknya. 33. 34. Mendengar bisikan-bisikan ghaib 35. Merasa ada sosok yang mengikuti 36. Terasa panas saat dengar adzan/ tilawah Qur’an. 37. Haid berkepanjangan, sering pendarahan berlebihan 38. Susah dapat anak, sering keguguran 39. Besarnya rasa cinta ke sesama jenis 40. Ngantuk berat saat tilawah atau ibadah 41. Sering mencium bau-bauan aneh; anyir, wangi 42. Cenderung berprilaku membangkang & menyimpang 43. Menderita sakit yang berpindah-pindah

KESAKSIAN KIYAI NU TAUBAT DARI ILMU HIKMAH

KESAKSIAN KIYAI NU TAUBAT DARI ILMU HIKMAH ALAMAT PRAKTEK GRAHA RUQYAH SYAR'IYYAH DAN BEKAM MAJALAH GHOIB JL. SALEMBA TENGAH NO 59 B JAKARTA PUSAT TLP ;087874151924 / 081286065779. WA / SMS Ada kisah dari Kyai NU bernama Abdul Wachid Ghozali (Pimpinan Pondok Pesantren Assalam yang berada di Desa Tunjungtirto Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang) selama beliau mempelajari ilmu hikmah dan sampai pada saat beliau bertobat. Berikut ini kisahnya : Saya mulai belajar ilmu-ilmu perdukunan sejak masih Tsanawiyah. Tawuran yang menjadi tren ketika itu, membuat tekad saya untuk mempelajari ilmu klenik semakin kuat. Di sebuah pesantren, saya memulai belajar dengan puasa patigeni dan selametan pakai ayam jago. Hatinya saya yang makan, dagingnya yang makan kyainya. Wah, saya diakali thok…Kalau gitu ya nayamul (Bahasa Arema: lumayan) buat kyainya (Tertawa). Kemudian disuruh puasa 40 hari. Setelah itu, untuk mengetahui sah tidaknya puasa dites. Tesnya dengan cara membaca wirid dulu. Salah satu wiridnya adalah: Ya maliki ya maliku, iyyaka nakbudu waiyyaka nastain. Jarum ditusukkan dan kulit saya disilet. Aneh, tidak ada darah yang keluar sedikitpun, walaupun ada bekasnya. Pertanda puasa saya sah. Saya lulus. Padahal saya melanggar aturan guru, karena saya hanya sanggup puasa selama 7 hari. Baru dapat beberapa hari, BAB saya berwarna putih. “Waduh, bisa-bisa mati saya,” pikir saya. Saya memang berbakat untuk urusan ilmu-ilmu seperti ini. Kata orang, saya ini keturunan Joko Tingkir, jadi dzikirnya bisa pamungkasan (ampuh). Cirinya adalah panjang depa kedua tangan saya lebih panjang dari panjang badannya. Sementara teman-teman yang puasa genap 40 hari lengkap ada yang disuruh mengulang karena tidak lulus. Belajar ilmu seperti itu ada urutannya. Pertama, ilmu Karamah selanjutnya ilmu tenaga dalam. Kalau orang cuma belajar tenaga dalam tanpa karamah biasanya tidak kuat. Ilmu tenaga dalam itu mudah. Beli juga bisa. Diisi langsung bisa di tempat. Nah, di tenaga dalam inilah nanti setiap dukun itu mempunyai spesialisasi sendiri-sendiri. Ada ilmu kebal, pelet, santet dan sebagainya. Tanpa dua ilmu ini, berarti itu dukun bohongan. Setelah kedua ilmu tersebut berikutnya adalah lelakon yang berfungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan. Cara mendapatkan ilmu karamah dengan membaca shalawat, kemudian puasa beberapa hari. Selanjutnya mewiridkan: Ya Allah, Ya Rasulullah, Ya Syekh Abdul Qadirjaelani, Ya Allah kulo nyuwun karamahipun Syekh Abdul Qadirjaelani (Ya Allah, saya minta karamahnya Syekh Abdul Qadir Jaelani). Sambil dipancing dengan gerakan-gerakan untuk kemudian gerak sendiri tanpa bisa dikendalikan. Setelah itu minta gerakan apa saja, langsung bisa sendiri. Setelah selesai mempelajari ilmu karamah di Malang, baru saya mengembara dari kota ke kota mencari ilmu pengisian. Yang cukup lama di Lumajang, selama 2 tahun. Di sanalah saya belajar ilmu Cor Wojo (isian untuk kekebalan). Pantangan ilmu ini adalah makan pisang Mas. Tetapi waktu saya mencoba melanggarnya, tidak ada pengaruhnya buat saya. Termasuk yang saya pelajari adalah ilmu pasang susuk. Susuknya terbuat dari jarum emas. Cara memasukkannya dengan membaca shalawat dalam jumlah tertentu kemudian membaca: udkhuluha bisalamin aminin (masuklah dengan selamat lagi aman, ayat). Di Kediri, saya meneruskan perburuan ilmu. Saya diajari shalawat tertentu yang dibaca dalam jumlah yang cukup banyak. Baru membaca beberapa kali saja, sudah muncul hasilnya. Jin datang dengan wajah mirip guru saya. Bahkan namanya pun menggunakan nama guru saya. Tidak puas sampai di situ, saya mengejar ilmu yang lebih tinggi dari Cor Wojo yaitu ilmu Sungai Raja. Madura tujuan saya. Termasuk di dalamnya ada pembelajaran jurus Wali Songo. Mewiridkan sembilan asmaul husna, tetapi sebenarnya salah satunya bukan nama Allah: Ya hayyu, ya ali, ya mali, ya wafi, ya waqi, ya qowi, ya ghoni, ya wall, ya baqi (Mali bukan nama Allah). Dibaca sembilan kali tanpa nafas. Tapi nampaknya saya kurang sukses. Selanjutnya, saya lebih banyak mengembangkan sendiri dengan membaca dari buku-buku dan diskusi. Dan Banyak Orang yang Tertipu … Tahun 1986 saya sudah mulai praktik setamat dari Aliyah. Hanya dari mulut ke mulut, saya semakin dikenal banyak orang. Puncaknya tahun 1988 waktu saya di semester satu IAIN. Pelanggan saya orang-orang besar. Di antara mereka ada para dosen saya sendiri. Belum lagi para dosen itu membawa teman-temannya lagi. Makanya mereka semua sangat sangat hormat kepada saya. Sampai pernah, ketika saya mbisu (puasa bicara) saat diskusi kelas. Para dosen tidak ada yang menegur, yang ada malah semakin hormat. Mereka hanya bilang, “Gus Wachid lagi mbisu.” Kecuali satu orang yang masya Allah.., Abu Bakar Muhammad namanya, dosen hadits orang Bima, beliau sangat benci saya. Kalau masuk kuliah, laki perempuan dipisah. Resikonya, beliau adalah dosen hadits yang paling tidak laku. Tapi saya selalu mengambil beliau. Hanya beliau yang tidak terpengaruh saya. Setelah itu, dari mulut ke mulut orang ramai datang ke saya untuk minta bantuan. Saya waktu itu punya majlis Shalat Tasbih dan dzikir setiap malam Jumat Legi. Dan setelah itu saya adakan taubatan (mandi di kolam). Saya dulu punya kolam untuk memandikan orang. Itu sebenarnya kolam ikan mungkin malah ada ularnya juga. Semua ini sebenarnya hanya mengarang. Tanpa rujukan atau bisikan. Beberapa nama besar bahkan para akademisi agama pernah saya mandikan. Pernah suatu saat datang seorang profesor kepada saya karena kasus anaknya yang nakal, kurang wibawa dalam memimpin, anak buahnya mulai ada yang berontak dan mulai adanya saingan. Saya mandikan, mandi taubat, kata saya. Sebelum mandi, saya si ram sebanyak 3 kali. Saya siramkan air di kepalanya yang botak sambil saya katakan, “Istighfar ya pak. Istighfar ya pak!” Sebenarnya saya ingin tertawa dengan apa yang saya lakukan itu. Karena saya sendiri tidak yakin dengan apa yang saya lakukan. Kok yo goblok temen (kok ya bodoh sekali). Kalau angin duduk bisa mati nih orang, kata hati saya. Jadi, kayak saya jadikan hiburan saja. Ada peristiwa yang lebih menggelikan. Pada suatu malam, seorang atasan yang jadi pasien saya sedang saya mandikan di pinggir sumur. Tiba-tiba datang salah seorang anak buahnya yang juga perlu bantuan saya. Melihat bawahannya datang, dia blingsatan dan sangat malu kemudian minta saya sembunyikan. Sebenarnya saya lebih dikenal sebagai pemasang susuk, terutama susuk kekebalan. Pernah saya mengisi satu pasukan yang mau berangkat bertugas ke Timor Timur. (Gus Wachid diam sejenak dan mengucap perlahan: Astaghfirullahal adzim…). Pengisian masal seperti itu tidak hanya terjadi sekali. Tahun 1993 waktu saya KKN di Malang Selatan, semua anak peserta KKN saya isi. Laki-laki dan perempuan semuanya saya suruh menelan pelor. Tujuannya untuk jaga-jaga karena tempat KKN nya adalah basis orang Kristen. Solusi yang saya berikan kepada para pasien terkadang hanya pakai feeling saja. Dengan konsentrasi sebentar kemudian datang solusi. Kalau sedang bingung mencari solusi, saya pura-pura masuk ke kamar dulu. Sebenarnya jujur, waktu itu buat mikir dulu apa yang harus saya lakukan. Maka, terus terang saya ragu kepada para dukun yang katanya selalu dapat bisikan saat menyelesaikan masalah pasiennya. Saya bukan tipe dukun yang suka dengan bantuan jin, walupun saya punya. Jin saya yang paling akrab namanya Abdul Qowi (Karena sesuatu hal, nama jin pun harus disamarkan, Red). Saya memanfaatkan dia hanya untuk mengobati orang yang sedang kesurupan saja. Dengan membaca salah satu model shalawat sebanyak tiga kali, dia sudah langsung hadir. Saya tidak terlalu suka dengan jin saya itu. Tetapi biar pun begitu, dia sering hadir. Yang terlihat oleh saya, Abdul Qowi tidak ada fisiknya dan tidak bisa dipegang. Kadang datang seperti bayangan, kadang seperti kaca. Tetapi terkadang juga hadir dalam mimpi. Pernah saya di ajak jalan-jalan ke kawan-kawannya. Kawan-kawannya seperti ulat kepompong bergelantungan di pohon. Kalau datang dia menasehati saya, tetapi tidak berani yang aneh-aneh. Karena dia tahu kalau saya punya ilmu agama. Dia tidak pernah memerintahkan saya menyembelih binatang, karena saya tahu itu haram jika untuk persembahan jin. Paling hanya nyuruh saya shadaqah sir (rahasia) dan amal lain yang tidak terlihat melanggar syariat. Dalam mengobati orang kesurupan, sangat sering saya dan Abdul Qowi harus mengeluarkan jin yang lebih kuat. Tetapi saya lawan lagi, lawan lagi. Sampai keringat becucuran. Kalau sudah lelah begitu, saya berdoa dengan ilmu karamah, “Ya Allah kembalikan kekuatan saya.” Tiba-tiba kembali kuat. Selain Abdul Qowi, ada satu jin lainnya yang beberapa kali datang membantu saya. Kalau jin-jin yang lainnya banyak yang datang kemudian pergi. Jin yang beberapa kali datang itu namanya Sumo. Awal saya kenal Sumo adalah saat saya mengobati orang yang kesurupan. Melalui lisan orang itu, Sumo berkata, “Kulo tumut dadi santri jenengan (Saya iku jadi santri Anda).” Setelah itu, dia datang berkali-kali waktu saya mengobati orang kesurupan. Saya suruh dia masuk ke tubuh orang yang kesurupan itu dan keluarlah suara Sumo yang pernah saya kenal dulu. Tapi, tidak semua pengalaman perdukunan itu menyenangkan. Saya pernah dikerjai oleh Abdul Qowi. Malam itu jam menunjukkan pukul 22.00. Saat saya mulai mewiridkan sesuatu. Mencoba ilmu supaya bisa pergi ke Mekah dalam waktu sejenak. Abdul Qowi datang dan mengajak saya pergi ke suatu tempat dalam keadaan saya seperti tidak sadarkan diri. Dalam pekatnya malam, saya terus berjalan hingga saya sadar Abdul Qowi telah meninggalkan saya. Gelap sekali. Saya tidak tahu di mana. Saya coba tenangkan diri. Lihat kanan-kiri dan barulah saya tahu bahwa saya sedang ada di suatu candi di Batu Malang. Waktu itu Batu malang masih belum banyak penduduknya. Pagi harinya, kaki saya penuh duri dan celana saya kotor oleh rumput dan duri. Sejak saat itu kebencian saya kepada mereka semakin bertambah. Maka ketika saya mulai taubat, jin Abdul Qowi saya ludahi agar dia pergi. Berburu barang ghaib… Saat saya masih aktif di perdukunan, saya sering mengambil barang-barang ghaib dengan tirakatan dan amalan tertentu. Pernah suatu hari saya bersama seorang tokoh agama terkenal di Malang dan seorang dukun dari Pasuruan yang juga guru saya belajar ilmu susuk, mengadakan ritual untuk mengambil batu mirah. Sebelumnya, kami telah menerawangnya dengan ilmu karamah dan dzikir. Hasilnya, tempat keberadaan batu mirah dan waktu keluarnya sudah kami dapatkan. Di Malang Selatan. Malam semakin larut. Malam itu adalah malam ketiga kami mengadakan tirakatan di tempat itu. Tiba-tiba sebongkah batu besar menggelinding begitu saja. Merah menyala. Kedua orang yang bersama saya, justru lari. Katanya mereka melihat ular besar sekali. Tetapi saya tidak melihatnya. Yang saya lihat hanya batu mirah saja. Saya ambil batu mirah itu dan langsung saya bungkus dengan lawon (kain kafan yang belum dipakai), dan kami bawa pulang. Barang ghaib seperti itu tidak boleh langsung dimanfaatkan sebelum diselameti terlebih dahulu. Batu mirah yang terbungkus kain kafan itu saya masukkan ke peti dan diselameti dengan ayam putih. Peti terkunci rapat. Saya sendiri yang menjaganya. Jika malam tiba, saya tidur di atas peti itu. Tetapi anehnya, ketika tirakatannya selesai dan peti kami buka ternyata batu mirah berubah menjadi tanah. Pernah juga saya dapat uang satu peti dalam pecahan sepuluh ribuan. Kalau yang ini perlu waktu lima malam untuk mengambilnya. Hanya, saya ikut malam yang terakhir saja. Tempat mengambilnya di pembakaran batu bata yang kata orang angker. Di kampung itu ada orangtua yang diimpeni (mendapat mimpi) bahwa batu batanya tidak boleh diambil, karena disenangi oleh makhluk halus untuk membangun istananya. Sudah bertahun-tahun batu bata itu tidak ada yang berani mengambilnya. Katanya itu istana jin. Dan katanya lagi, tempat itu bisa memberi uang. Maka, kami kembali mengadakan lelaku dengan tirakatan dan mengadakan selametan dengan penduduk sekitar. Pada malam ke lima. Kedua teman saya tidur, sementara saya masih terus melek (terjaga), dan tiba-tiba peti itu muncul. Saya bangunkan mereka dan saya suruh mereka yang mengambil, karena saya tidak berani mengambilnya. Dibuka, isinya uang. Untuk meyakinkan keaslian uang itu, diambillah satu lembar. Esoknya dibelanjakan oleh salah satu santri dan laku. Tetapi uang tetap harus diselameti dulu sebelum dimanfaatkan. Kembali saya yang menjaganya. Pada hari terakhir tirakatan dan selametan, kita buka petinya dan semua uangnya telah berubah menjadi kertas. Jalan Panjang Pertaubatan… Tahun 1991 saya masih kuliah di IAIN. Waktu itu saya sudah mulai kenal agama. Saya mulai kenal Darul Arqom, Jamaah Tabligh, senang baca kitab sendiri. Keraguan saya terhadap dunia yang selama ini saya geluti semakin kuat. Apalagi saya kecewa berat terhadap dunia perdukunan ini. Niat besar saya bukan harta. Tetapi berdakwah kepada masyarakat dengan ilmu-ilmu tersebut. Anak-anak muda yang senang mabuk dan tawuran mau kumpul kepada saya karena saya punyai ilmu perdukunan. Kemudian saya nasehati. Benar, mereka mau berhenti sesaat. Tetapi setelah itu balik lagi. Bahkan ada dua murid saya yang saling bacok-bacokan. Saya gagal dalam berdakwah dengan cara seperti itu. Tidak ada hasilnya. Perjalanan taubat saya sangat panjang. Tidak bisa langsung tuntas. Banyak hal yang membuat pertaubatan sangat sulit. Di antaranya popularitas. Banyak orang yang sudah terlanjur kagum dan percaya kepada saya. Jadi sekali waktu, ketika ada yang datang meminta bantuan, saya masih menunjukkan kemampuan saya di hadapan orang tersebut. Semua orang segan kepada saya. Sehingga tidak ada yang berani menegur saya. Juga karena saya sudah mempelajari semua ini sejak kecil. Sudah mendarah daging. Saya terus merenung dan mengkaji. Saya mulai meragukan kebenaran ilmu karamah. Logika saya berkata, karena karamah ini bisa mendatangkan gerakan apapun yang kita minta, maka kita minta gerakan menggitar layaknya pemusik ternama pun bisa. Tapi kan tidak mungkin Allah memberikan jurus menggitar. Berarti ilmu ini bukan dari Allah seperti yang saya yakini selama ini. Saya juga bertanya kepada para kyai dan ulama yang benar. Mereka sangat berjasa besar dalam pertaubatan saya. Walaupun, suatu saat saya pernah kecewa pada seseorang yang pernah belajar di Mekah. Waktu saya tanya apa hukumnya susuk, dia katakan boleh asal untuk pengobatan membantu orang lain. Padahal saya sedang membutuhkan jawaban yang berdasarkan dalil. Sampai akhirnya saya menikah tahun 1995. Allah menganugerahi saya istri yang sangat shalehah. Dialah orang yang sangat besar jasanya mengembalikan saya ke jalan yang benar. Tanpa menggurui dan dengan sabar, istri terus mengingatkan saya, “Sampeyan itu mas, begini ini apa dasarnya?” Saya pun segan. Ritual perdukunan saya lakukan diam-diam. Hingga suatu hari saya katakan bahwa saya mau taubat, istri saya gembira luar biasa. Setelah itu setiap ada pasien yang menelepon, istri saya langsung memarahinya. Proses taubat belum selesai. Tahun 1997 Allah menganugerahi pada kami buah hati, perempuan. Tapi cobaan itu datang. Anak saya ada masalah pada sebagian anggota tubuhya. Perasaan saya ketika itu berkata, “Ini teguran dari Allah dan mungkin gangguan dari jin yang tidak rela melihat saya taubat.” Selanjutnya giliran jin yang berulah. Saya sakit parah dan lama tahun 1997 itu. Tidak bisa buang air kecil. Sakitnya luar biasa. Seorang ustadz meruqyah saya. Seketika itu saya langsung bisa kencing. Tapi kencing darah banyak sekali. Bukan hanya sekali itu saya merasakan gangguan jin. Suatu saat ada orang gila datang ke tempat saya sambil membawa pedang berteriak-teriak. Katanya dia seperti itu gara-gara dulu disusuk oleh Gus Wachid. Tetangga-tetangga semua dengar. Mungkin jin bermaksud agar saya minta bantuan mereka lagi. Tetapi tidak. Saya ambil wudhu baca al-Qur’an, saya baca: lailaha illallah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli syaiin qodir. Saya keluar membawa tongkat. Dan alhamdulillah saya bisa menaklukkannya kemudian disuntik dokter dengan obat penenang. Adapun untuk berani menyatakan bahwa semua ini adalah haram belum lama. Yaitu setelah saya kenal dengan kawan-kawan dari Ghoib Ruqyah Syar’iyyah. Saya jadi sering menangis kalau memikirkan kesalahan di masa lalu. Sangat menyesal. Saya pernah menebus kesalahan itu dengan puasa Dawud dalam rentang waktu yang sangat lama. Sebagai bentuk pernyataan taubat, sekarang ini di mana-mana, di pengajian umum, di pertemuan ribuan orang yang banyak~dihadiri para kyai dalam sebuah acara saya bicara lantang, “Saya dulu tidak mengajak dakwah kepada Allah. Dakwah saya dulu adalah dakwah untuk fanatik kepada saya. Saya dulu pernah mengisi susuk, ternyata itu haram. Saya dulu pernah memandikan orang malam-malam, ternyata itu salah. Saya bertaubat kepada Allah.” Saya juga mendatangi mantan para pasien saya dulu, meminta maaf kepada mereka. Tanggapan mereka macam-macam tetapi semuanya baik-baik saja. Karena saya dulu tidak pernah memeras mereka. Ada yang mencoba menghibur saya, “Saya tahu kok kalau Gus itu dulu cuma main-main.” Tapi ada juga yang bilang, “Sebenarnya gak apa-apa kok Gus, kalau untuk kebaikan.” Membongkar kebohongan Rajah dan Dukun…. Sesuai dengan pengalaman saya dulu, ternyata rajah-rajah dalam kitab Syamsul Ma’arif Kubra itu gedabrus kabeh (omong kosong semua). Saya pernah mempraktikkan macam-macam petunjuknya, tetapi tidak ada yang bisa. Bukan cuma saya, banyak orang yang telah mencobanya dan gagal. Saya pikir rajah-rajah itu hanyalah bisikan jin yang ngarang saja. Mungkin ampuh buat pengarang buku itu atau yang serius banget. Sebenarnya rajah-rajah itu berfungsi agar ada ain (benda nyatanya) saja. Intinya adalah mengisinya dengan tenaga dalam. Saya sendiri pernah datang ke seorang ahli rajah paling terkenal di Malang sini. Pelanggannya datang dari berbagai tempat sampai dari Jakarta pun ada, termasuk para pejabat tinggi negara. Dia punya majlis setiap malam Jumat Legi. Dengan menyembelih sapi. Pengajian itu diisi oleh 40 kyai gantian. Saya rutin datang waktu itu. Saya pernah cek dia dengan ilmu karamah saya, ternyata dia itu tidak ada isinya. Menjelang saya taubat, saya pernah kerjain dia. Saya berteriak-teriak pura-pura kemasukan roh memanggil nama dia di depan rumahnya. Kemudian saya diajak masuk, didudukkan di tempat duduknya sambil ketakutan. Jadi gak ada apa-apanya, dia gak tahu kalau saya bohongi. Saya terus berdakwah kepada para kyai dan teman-teman perdukunan dulu. Salah seorang teman saya mengaku bisa pergi ke Mekah dalam sesaat dan shalat di Masjidil haram. Saya datangi dia. Saya bilang itu adalah jin. Dan saya perkuat dengan penjelasan ilmiah. Saya jelaskan waktu dia berangkat shalat Jumat ke Mekah jam 1.00 waktu Malang, di Mekah masih jam 07.00 pagi. Jadi belum ada shalat Jumat. “Mosok gitu Gus?” kata dia yang kemudian bertaubat. Alhamdulillah. Sekarang ini, yang saya incar adalah dukun-dukun yang berbuat kriminal. Kalau ada yang begitu, di mana saja tak parani (saya datangi) langsung tapi prosedural. Seperti belum lama ini saya sendirian, sebenarnya saya sudah mengajak teman-teman tetapi berhalangan. Saya mendatangi perguruan di Ngawi yang menawarkan ilmu menghilang. Caranya dengan menyembelih kucing, kemudian dikubur di tempat yang tidak terkena sinar matahari dan setelah empat puluh satu hari diambil dengan puasa selama itu. Ada sebelas tulang yang harus diambil. Sebelum mencoba ilmu itu, ada mandi dan ritual lainnya. Diusahakan dipaskan ritual hari terakhir itu pada malam bulan purnama. Terus ambil cermin. Sambil melihat cermin, disuruh untuk menggigit satu persatu 11 tulang itu. Mana tulang yang digigit dan wajahnya tidak terlihat di kaca, maka tulang itulah yang dibawa dan digunakan untuk menghilang kapan dia mau. Ada tetangga saya yang ikut perguruan itu dan jadi gila. Bapaknya datang ke saya. Dan saya datang langsung ke Ngawi. Saya bawa polisi dan ikut menggerebeknya. Dia pun dipenjara. Sayangnya, bapaknya takut waktu digertak dukun itu. Akhirnya dia mencabut laporannya dari polisi dan dia dikeluarkan lagi dari penjara. Yang paling seru, pengejaran dukun dua tahun lalu. Adik kawan saya ditipu dalam bisnisnya 200 juta. Akhirnya dia datang ke dukun-dukun top untuk menggandakan uang. Dia datang ke Situbondo. Sebelum meminta uang dalam jumlah besar para dukun itu menyihirnya terlebih dahulu dengan air minum atau cara lainnya. Saya dan teman-teman membongkar sindikat penipuan ini. Jaringannya dari Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan berujung di Madura. Saya datangi yang di Pasuruan. Orangnya menyeramkan, kukunya panjang sekali. Saya masuk ke rumahnya. Rajah-rajahnya saya sobeki, termasuk ayat-ayat yang ditempel di WC. Saya bilang, “Saya ini Gus Wahid. Kamu ini sesat, penipu.” Polisi menangkapnya. Walaupun saya dengar sudah dikeluarkan lagi. Selanjutnya saya ke Probolinggo. Ternyata yang di Probolingo ini adalah ustadz yang lugu. Hanya diiming-imingi uang saja oleh para dukun itu. Saya nasehati dia baik-baik. Saya tidak tega marah, karena waktu saya bicara, anaknya yang kecil mengintip. “Sampeyan itu salah. Aqidah jadi rusak!” kata saya. Penggerebekan berlanjut ke Situbondo. Saya beserta lurah dan masyarakat setempat menggerebeknya. Sayangnya, si dukun lari dan tidak tertangkap. Dan akhirnya ke Madura. Dukun paling top itu tidak bisa ditangkap. Pasalnya yang tahu tentang dukun ini adalah yang di Situbondo. Sementara dukun Situbondo tidak bisa tertangkap. Jadi, tidak ada bukti yang kuat untuk menangkapnya. Masyarakat kita punya masalah yang komplek. Saya pernah menulis bahwa di negeri ini ada tiga permasalahan penting yang harus segera diatasi. Pertama, tidak ada standarisasi ulama. Kedua, ketidakjelasan kurikulum pesantren. Ketiga, tidak ada editing syariat untuk buku dan tayangan televisi. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang bertaqwa. Sumber : "Majalah GHOIB Edisi Khusus “Dukun-Dukun Bertaubat”

SATU BULAN SAYA DIHANTUI PERASAAN TAKUT MATI

SATU BULAN LAMANYA SAYA DIHANTUI TAKUT KEMATIAN GRAHA RUQYAH & BEKAM JAKARTA JL. SALEMBA TENGAH NO 59 B JAKARTA PUSAT HP. 087874151924/081286065779 Selasa, 23 April 2013 / 12 Jumadil Akhir 1434 H KISAH NYATA Kematian adalah suatu kepastian. Seperti hukum matematika. Tak seorangpun dapat lepas dari suratan ini. Burung elang yang bebas berkelana menjelajah jagad raya suatu saat juga akan jatuh dan terkapar di atas tanah. Tak ubahnya seperti manusia. Bila demikian, haruskah seseorang takut kepada kematian sedemikian rupa hingga di luar batas kewajaran? Seperti kisah Silfi, seorang karyawan swasta asal Bangka Belitung. Ia menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Jakarta. Berikut petikannya. Sekian tahun merantau, saya dapat menghirup udara Jakarta dengan nyaman, seperti layaknya gadis-gadis yang lain. Atribut jilbab yang menutupi kepala semakin menenangkan jiwa. Setidaknya saya bisa menghindari tatapan jalang lelaki hidung belang, yang dengan seenaknya memelototi wanita yang tidak menutup aurat. Kegamangan yang sempat menghantui, dulu sebelum berangkat ke Jakarta, sirna bersamaan dengan berjalannya waktu. Hingga muncullah suatu perasaan aneh yang menyebar dalam jiwa. Perasaan takut pada kematian, itulah awal derita yang sempat menghimpit dada sebulan lamanya. Februari yang Menegangkan Berawal dari dirawatnya salah seorang kerabat tante di rumah sakit yang biasa saya panggil dengan nenek. Keadaannya sudah semakin kritis. Sehingga tante kembali berniat membesuk nenek. Sebenarnya beberapa hari sebelumnya saya sudah sempat menjenguk nenek, tapi karena keadaannya yang saat itu boleh dibilang sudah sangat kritis, saya berniat kembali menengoknya. Bertiga dengan tante dan anaknya, Zulfa, kami berjalan menelusuri lorong-lorong rumah sakit. Sesekali berpapasan dengan perawat yang tergopoh-gopoh mendorong pasien yang sudah kritis. Hingga ketika sampai di ruangan nenek, saya tidak diizinkan masuk. Itu memang peraturan rumah sakit bahwa selain keluarga pasien tidak sembarang orang dibolehkan masuk. Tidak masalah, pikir saya. Dengan santai saya berjalan ke ruang tunggu, sementara Tante dan Zulfa bergegas masuk ke dalam ruangan. Senyap, saya tenggelam dalam lamunan. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat tante berjalan tergopoh-gopoh dari ruangan nenek. Raut mukanya sendu, menyiratkan sesuatu telah terjadi di sana. Benar saja, “Nenek telah meninggal,” ujar tante lirih. “Innalillahi wainna ilaihi raji’un,”gumam saya kemudian. Nenek yang baik hati itu telah pergi mendahului kami, Meski berbeda agama, tapi saya merasa kehilangan. Setelah menyampaikan berita itu, tante kembali masuk ke dalam ruangan nenek. “Masih banyak yang harus dikerjakan di sana,” katanya. Sementara saya, masih duduk terpaku dalam keheningan. Satu menit, sepuluh menit berlalu, saya masih tetap dalam kesendirian. Hingga perasaan aneh menyeruak ke dalam jiwa. Perlahan namun pasti, perasaan aneh itu semakin kuat. Saya pun mulai kehilangan nalar sehingga yang terjadi kemudian di luar perkiraan saya. “Di sini, saya mati. Di rumah sakit ini saya akan mati,” seru suara dalam relung jiwa saya. Perasaan takut pada kematian segera menghantui saya. Saya merasa kepergian nenek tidak berselang lama akan disusul oleh yang lain. Dan ia adalah saya. Saya gelisah. Ketakutan yang tidak berdasar itu semakin menguasai saya. Hanya dalam hitungan menit, nafas saya mulai sesak. Saya semakin kalut tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Butiran-butiran keringat dingin mulai bercucuran. Dalam ketidaktenangan itu terlintas dalam benak saya bahwa saya harus dirawat. Saya harus diberi pernafasan pembantu untuk mengurangi sesak di dada yang semakin parah. Saya mendekati seorang satpam yang tidak jauh dari tempat duduk saya.”Pak, di mana ruang UGD? Sepertinya saya sesak nafas. Saya butuh oksigen,” tanya saya dengan nada tersekat. “Kenapa bu? Asma ya?” tanya satpam itu sebelum menjawab pertanyaan saya. “Tidak tahu, pokoknya saya sesak nafas”. “Di mana ruangan UGDnya” tanya saya kembali. Satpam itu pun menunjukkan lorong mana yang harus saya lewati sebelum akhirnya sampai diruangan UGD. Bergegas, saya mengikuti petunjuk satpam itu. Namun, setibanya di depan ruangan UGD, saya mengurungkan diri untuk masuk ke dalam. Ada perasaan malu yang tersirat. Beli balsem saja, pikir saya kemudian. Saya menuruti kata hati. Kembali melangkah dengan gontai ke halaman. Celingukan ke kiri dan kanan, dimana kiranya dijual balsem gosok. Setelah membeli balsem, saya mencoba menenangkan diri dengan duduk di pelataran rumah sakit. Tapi itu masih tidak bisa menolong. Bisikan, “Mati, mati,” masih terus terngiang di telinga. Hangatnya balsem tidak lagi bermanfaat. Saya semakin kalut, hingga saya putuskan untuk kembali ke ruang UGD. Saya tidak mungkin sembuh kalau tidak diobati seseorang atau tidak dekat dengan seseorang. Akhirnya saya masuk ke ruang UGD. Selang oksigen pun segera tersalurkan melalui hidung saya. Lima, sepuluh menit saya mencoba bertahan. Menunggu reaksi positif dari oksigen itu. tapi yang terjadi kemudian sangat di luar perkiraan. Bantuan pernafasan itu tidak bisa berbuat apa-apa. Sesak nafas dan bisikan kematian masih terus berdengung. “Sudah waktunya kamu mati sekarang. Kamu mati sekarang. Di sini kamu mati,” Saat-saat yang menegangkan. Seandainya saya bisa melewati masa yang kritis ini, saya merasa itu adalah kemenangan yang hebat. Sejenak, saya merenung dan terbetiklah keinginan untuk berbicara terbuka kepada dokter jaga atas semua yang menimpa saya. “Dok, sebenarnya saya ke sini membesuk nenek, tapi sekarang beliau sudah meninggal. Sementara tante saya masih menunggu di kamar nenek.” Saya berbicara apa adanya kepada dokter. “Saya merasa tidak mungkin sembuh, bila saya tidak dipertemukan dengan mereka,” jelas saya lebih lanjut. Setelah melihat tidak ada perkembangan yang berarti dari bantuan pernafasan itu, akhirnya saya diantar seorang perawat menemui tante yang masih berada di kamar nenek. Plong rasanya melihat tante. Saya segera berhambur dan mendekapnya. “Silfi kenapa?” tanya tante heran melihat sikap saya yang tidak seperti biasanya. “Silfi takut mati, tante,” hanya kalimat itu yang sempat terucap. Saya pun menangis bercucuran air mata. “Silfi, Umur kan di tangan Allah, kalau kita sudah tahu mau mati, ya enak duluan. Jadi sama sekali tidak ada yang tahu kapan ia mati,” ujar tante menenangkan saya. “Berdzikirlah! Jangan terbawa emosi!” tante berusaha menenangkan saya. Perlahan, saya mulai bisa menguasai diri. Saya mencoba merenung sejenak. Benar memang apa yang dikatakan tante. Mungkin waktu itu hati saya sedang gersang sehingga mudah tergoda syetan, karena sudah beberapa lama saya tidak menghadiri majlis ta’lim. Ini teguran dari Allah atas kelalaian ini. Saat-saat berikutnya saya bergegas ke mushalla untuk menenangkan diri. Sementara tante dan Zulfa mengiring jenazah nenek yang akar disemayamkan di rumah duka. Saya merasa tidak sanggup mengiringi jenazah, karena bagi saya kematian itu sesuatu yang menyakitkan. Saya sendiri tidak tahu, bagaimana perasaan ini muncul, apakah karena saya sering menonton film-film horor? Entahlah saya jadi pusing bila memikirkannya. Lebih baik, menenangkan diri dengan membaca al-Qur’an, pikir saya setelah sekian lama termenung di mushalla rumah sakit. Malam-Malam yang Mengerikan Peristiwa kelabu di rumah sakit itu tidak hilang begitu saja. Hari-hari berikutnya saya hidup dalam ketakutan. Saya merasakan hidup saya tidak lagi normal. Suasana malam yang hening menjadi momok tersendiri bagi saya. Nyaris tiap malam saya tidak berani tidur sendirian. Meski sudah tidur bersama tante, tapi bayang-bayang kematian masih menghantui. Perasaan ini memang sulit dijelaskan. Dalam kesendirian itu seolah-olah ada yang menakut-nakuti saya, padahal saya tidak melihat apa-apa. Cuma perasaan saya yang memang ketakutan luar biasa. Dalam balutan ketakutan, saya mendekap bantal sambil duduk meringkuk di bawah kaki tante yang sudah tertidur lelap. Saya tidak berani membangunkan tante. Kasihan, ia sudah seharian bekerja dan sekarang adalah saatnya istirahat untuk menyambut hari esok. Saya ingin memejamkan mata, tapi tetap saia mata ini enggan terpejam. Hanya harapan yang terpatri bahwa saya bisa melewati malam ini dengan baik dan melihat matahari esok hari. Saya terus berdzikir supaya bisa melewati malam itu. Tanpa terasa keringat dingin pun bercucuran. Saya tidak sanggup lagi membendung air mata. Detik demi detik berjalan lambat dalam keheningan. Sunyi. Senyap, binatang malam enggan bersuara. Hanya desahan nafas tante yang terdengar teratur. Dalam keadaan seperti itu, saya teringat kembali dengan sosok ibu yang jauh di pulau seberang. Karena selama ini ibu adalah orang yang paling mengerti diri saya. lbu yang pandai menghibur saya dalam keadaan kritis semacam ini. Tapi apa boleh dikata, ibu memang tidak berada di samping saya. Jam satu atau bahkan jam dua dinihari, saya baru bisa memejamkan mata setelah melewati drama yang panjang. lronisnya, bila tiba-tiba saya terbangun kembali sebelum sembuh, maka bayang-bayang kematian kembali muncul menggantikan mimpi yang baru beberapa saat. Malam-malam yang terlalu berat bagi saya, karena ketakutan pada kematian itu sangat menyiksa. Pikiran negatif akan kematian terus menumpuk dalam benak. Seakan pikiran ini tertanam kuat dengan akar-akarnya yang menghujam ke dalam jiwa. Sakit batuk yang bagi orang lain tergolong penyakit ringan dan tidak berbahaya, buat saya itu sudah sangat menyiksa. Saya menganggap sakit batuk merupakan pintu gerbang menuju kematian, sementara masih belum ada amal yang bisa di banggakan untuk menyambut datangnya kematian. Maka yang terjadi kemudian batuk-batuk kecil itu berubah menjadi sesak nafas. Semakin lama semakin berat, sehingga saya merasa seperti ada orang yang mencekik leher saya. Saya merasakan ajal saya sudah semakin dekat. Saya berusaha melepaskan diri dari cekikan itu tapi tetap sia-sia. Tangisan yang saya anggap menjadi senjata pamungkas pun tidak bisa dikeluarkan. Saya benar-benar tidak bisa menangis, hingga jalan terakhir saya harus membangunkan tante yang tidur pulas. Tante bangun dengan mata yang sayu. Matanya semakin sayu, saat melihat wajah saya yang pucat pasi dalam ketidakberdayaan. Dengan berlinang air mata, saya mengadu kepada tante. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga saya harus mengalami penderitaan ini. Seperci biasa tante kemudian menenangkan saya. Siang hari, saya merasa lebih tenang. Bisikan-bisikan kematian tidak terlalu sering terbetik. Mungkin karena pikiran saya teralihkan oleh aktifitas harian yang menyita waktu dan perhatian. Hanya sesekali ketakutan itu muncul begitu saja tanpa didahului oleh tanda apa-apa. Tiba-tiba saja saya merasa takut mati dan sesak nafas yang hebat. Bila sudah demikian biasanya saya segera mengambil balsem atau menenangkan diri dengan minum air putih. Suatu hari, bisikan kematian itu muncul ketika saya sedang shalat. “Wah, setelah shalat ini saya akan mati.” Saya bingung, mengapa bisikan itu kemudian munculdi dalam shalat. Detik-detik berikutnya, kembali terjadi dialog dalam batin. “Mati nih, tapi bagus kamu mati dengan husnul khatimah’. “Mati, mati, matiii ...”Akhirnya shalat saya terganggu. Saya tidak bisa konsentrasi karena dialog kematian terus terjadi hingga shalat selesai. Kebetulan waktu itu ibu sedang ke Jakarta, sehingga saya ceritakan apa yang saya alami selama ini kepadanya. “lbu, kalau nafas itu bagaimana? Kok nafas saya sering sesak sih?” lbu terperangah mendengar keluhan itu sehingga jalan pintas segera diambil. “Ya sudah, kita bawa ke dokter saja,” jawab ibu serius. Sejurus kemudian, saya ke dokter dengan ditemani ibu. Namun, diagnosa dokter semakin membingungkan. Karena hasil tes jantung dan paru-paru semuanya normal. Tidak ada masalah yang perlu dirisaukan. Melihat perkembangan itu, saya pun memutuskan untuk konsultasi dengan ustadz ngaji saya melalui telepon. “lni merupakan ujian buat Silfi. Semakin tinggi keimanan seseorang semakin hebat ujiannya,” nasehat ustadz melalui telepon itu semakin menguatkan diri saya agar tidak menyerah dan hanya berpangku tangan. Karena itu saya memberanikan diri untuk melayat tetangga yang meninggal. Meski sejujurnya saya akui bahwa hati saya belum siap. Saya masih memaksakan memaksakan diri, karena saya berpikir bahwa ini merupakan salah satu bagian dari pengobatan juga. Dengan berat, saya melangkahkan kaki ke sana dan melihat wajah orang yang meninggal sebelum dikafani. Sebenarnya saya tidak tahan melihat wajahnya tapi saya tetap bersikeras. Akibatnya sungguh di luar dugaan. Bayangan wajah yang memutih itu tertanam kuat di benak saya. Sekian cara yang saya tempuh untuk menghapus bayangan itu masih sia-sia. “Wah, giliran berikutnya adalah saya. Saya bakalan mati dalam waktu dekat. Saya bakalan mati dalam waktu dekat,” detik-detik berikutnya nafas saya kembali sesak. Momok malam yang mengerikan itu tidak terbatas pada kesulitan tidur dan dicekam ketakutan. Karena pada saat tertidur pun sesekali mimpi menyeramkan datang menghampiri. Sering saya bermimpi didatangi orang-orang yang sudah meninggal. Seperti yang terjadi pada suatu malam. Dalam keremangan lampu, saya melihat ibu dikejar-kejar hantu. Sosok manusia dengan wajah biasa, tapi saya tahu bahwa orang itu sudah mati. Hantu itu menakut-nakuti dengan berjalan biasa. Saya terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Sebenarnya, jauh sebelum saya menderita takut mati seperti sekarang, saya telah sering mengalami rep-repan (tindihan). Waktu itu, saya masih belum menyadari bahwa rep-repan itu merupakan indikasi seseorang terkena gangguan jin. Sehingga saya menanggapinya dengan biasa saja. Tidak panik atau cemas. Saat tidur lelap itu tiba-tiba seperti ada kekuatan besar yang menindih badan saya. Dada saya dihimpit berton-ton barang. Saya berusaha berontak, tapi kekuatan itu tetap tidak bergeser. lngin rasanya tangan ini meraih pintu, tapi tangan saya sulit digerakkan. Semakin keras berusaha, semakin kuat kekuatan itu menindih saya. sementara mulut yang seharusnya mampu berteriak dan meminta tolong, seakan terkunci. Dada saya semakin sesak, dan seperti biasa reaksi yang kemudian saya temukan setelah sekian lama dalam himpitan kekuatan besar itu adalah nafas yang tersengal-sengal. lronisnya, rep-repan ini tidak hanya menyerang saat sedang tertidur. Dalam kondisi terbangun dan dalam kesadaran penuh, saya pernah mengalami hal serupa. Usaha keras saya untuk meraih pintu juga sia-sia. Saya Sadar Kematian itu Harus Dipersiapkan Kejadian-kejadian inilah yang kemudian mengantarkan saya untuk mengikuti terapi ruqyah di kantor Majalah Ghoib. Terapi ini saya ketahui secara tidak sengaja, ketika saya bercerita kepada seorang teman, ia justru menyarankan saya mengikuti terapi ruqyah, karena gangguan yang saya alami selama ini terkesan memang tidak wajar. Pengobatan secara medis yang telah saya tempuh juga menemui jalan buntu. Sementara kondisi kejiwaan saya sudah lelah, bila tidak ada perubahan dalam waktu dekat, saya tidak tahu apakah saya bisa bertahan. Saya khawatir bila akhirnya semakin parah dan menjadi gila. Saya tidak sanggup lagi dihantui ketakutan setiap malam. Berbekal alamat yang saya peroleh dari seorang teman, saya mencari kantor Majalah Ghoib. Namun, sayang ketika tiba di sana, saya harus menunggu giliran terapi tiga minggu lamanya. Tiga minggu bukan waktu yang pendek, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Saya merasa beruntung dalam masa penantian itu teman-teman ngaji banyak memberi semangat dan dorongan kepada saya agar bertahan dan tidak menyerah. Membaca al-Qur’an semakin saya tingkatkan intensitasnya. Dan hasilnya pun terasa, berangsurangsur keadaan saya semakin membaik. Tanggal 13 Maret, saya berangkat ke kantor Majalah Ghoib untuk menglkuti terapi seperti yang telah dijadwalkan. Saya bersyukur bahwa saat mengikuti terapi saya tidak bereaksi keras seperti pasien-pasien lain. Hanya rasa deg-degan yang mengaliri badan saya saat mendengarkan lantunan ayat-ayat al-Qur’an. Sewaktu tiba giliran saya untuk diterapi satu persatu pun sayatidak bereaksi apa-apa. Saya hanya diam dan tidak kepanasan atau menjerit-jerit seperti beberapa pasien yang lain. Saat itu saya terus berdoa dalam hati, semoga saya bisa hidup normal menghadapi masa depan. Saya memang hanya sekali mengikuti terapi di kantor Majalah Ghoib, karena saya merasa gangguan yang saya derita sekarang sudah jauh berkurang. Rep-repan yang dulu bisa datang dua minggu sekali itu, sekarang sudah tidak ada. Pada sisi lain, saya lebih mengedepankan terapi ruqyah mandiri dengan banyak membaca al-Qur’an, al-Ma’tsurat serta melaksanakan shalat dan perintah-perintah agama lainnya. Saya sadar bahwa kematian bukan sesuatu yang harus ditakutkan, karena semua orang akan mati. Yang perlu dipikirkan sekarang adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin menjemput kematian yang datangnya tidak terduga. Saya hanya berharap pada akhirnya bisa mengakhiri hidup ini dengan husnul khatimah. Secara lebih jauh saya mencoba introspeksi ke dalam diri saya sendiri, mengapa takut akan kematian itu bisa menjadi momok yang menakutkan. Kesimpulan dari kesemuanya itu mungkin berpangkal pada kepribadian saya yang suka menyendiri. Saya suka melakukan apa saja sendiri, karena saya tidak ingin merepotkan orang lain. Mungkin karena perasaan merasa kuat, sehingga sepertinya tidak membutuhkan orang lain. Akibatnya saya hidup dalam kesendirian saya, peristiwa ini seolah-olah menyadarkan saya bahwa manusia itu membutuhkan orang lain. Sangat butuh dan jangan merasa sombong dengan kebisaan dan kemampuan diri sendiri. Kita butuh orang lain. sekian