Adapun ruqyah menurut istilah syari'at Islam, adalah "Bacaan yang terdiri dari ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah yang shahih, untuk memohon kesembuhan kepada Allah dari gangguan yang ada, atau memohon kepada-Nya perlindungan dari kejahatan yang akan datang atau yang dikhawatirkan."
Ruqyah dalam pengertian bahasa sudah ada sejak zaman dahulu, sebelum diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, bahkan ada yang mengatakan bahwa keberadaan ruqyah itu seiring dengan keberadaan manusia di bumi ini.
Dalam suatu hadits dijelaskan bahwa Rasulullah meruqyah kedua cucunya (Hasan dan Husein radhiyallahu ‘anhuma) dengan ruqyah yang pernah dibaca oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saat beliau meruqyah kedua anaknya (Isma'il dan Ishaq ‘alaihimas salam).
Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah pernah membacakan isti’adzah (perlindungan) untuk kedua cucunya Hasan dan Husein, seraya bersabda, “Sesungguhnya bapak kalian (Nabi Ibrahim) telah membacakannya (juga) untuk kedua anaknya Isma’il dan Ishaq, yaitu ‘Aku mohon perlindungan untukmu berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap (kejahatan) syetan dan binatang berbisa serta mata yang jahat (membahayakan).” (HR. Bukhari).
RASUL SAW MENGAJARKAN RUQYAH
Di zaman jahiliyyah, bacaan ruqyah telah bercampuraduk antara yang bertentangan dengan nilai tauhid (syirkiyyah) dengan yang sejalan dengannya (syar’iyyah). Sehingga Rasulullah melakukan filterisasi terhadap bacaan ruqyah yang dimiliki sebagian shahabatnya. Kalau beliau menemukan bacaan ruqyah shahabatnya yang tidak selaras dengan akidah Islam, beliau melarangnya dan menyuruh shahabat itu untuk meninggalkannya.
Auf bin Malik al-Asyja’iy berkata, "Kami pada zaman jahiliyyah melakukan ruqyah. (Saat kami mendengar Rasulullah melarang praktik ruqyah), kami dating ke Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ruqyah?' Beliau bersabda, 'Tunjukkanlah kepadaku ruqyah-ruqyah kalian, ruqyah-ruqyah itu tidak apa-apa selama di dalamnya tidak bermuatan syirik”. (HR. Muslim).
Jabir bin Abdullah berkata, "Pamanku dari kaum Anshar suka meruqyah dari gigitan ular. Saat Rasulullah melarang ruqyah, maka pamanku mendatanginya seraya berkata, "Wahai Rasulullah, engkau telah melarang ruqyah padahal saya suka meruqyah dari gigitan ular. Rasulullah berkata, 'Tunjukkanlah ruqyahmu kepadaku.' Abu Hurairah berkata, 'Maka pamanku pun menunjukkannya kepadanya.' Rasulullah bersabda, Ini tidak apa-apa, ini termasuk yang dibolehkan'." (HR. Abu Ya'la).
Tidak hanya Rasulullah yang melakukan terapi ruqyah dalam hidupnya. Malaikat Jibril pun terkadang turun langsung untuk melakukan terapi ruqyah saat Rasulullah memerlukannya.
Aisyah, istri Rasulullah berkata, “Apabila Rasulullah merasa sakit, Malaikat Jibril meruqyahnya dengan membaca, “Dengan nama Allah yang menciptakanmu, dan Dia menyembuhkanmu dari segala macam penyakit, dan dari kejahatan orang yang dengki saat ia dengki, dan dari kejahatan setiap orang yang bermata jahat.” (HR. Muslim).
Ruqyah Mandiri.
Rasulullah terkadang meruqyah secara langsung, apabila ada orang yang meminta bantuan kepadanya. Tapi terkadang beliau menyuruh orang tersebut melakukan ruqyah secara mandiri. Beliau juga menyuruh shahabatnya agar mengajarkan terapi ruqyah syar’iyyah ini kepada orang lain, sehingga mereka mengetahui dan mengamalkannya bila diperlukan.
Aisyah berkata, “Rasulullah, apabila ada keluarganya yang sakit, maka ia meniupnya dengan membaca al-Mu’awwidzat (surat-surat perlindungan). Dan ketika beliau sakit saat menjelang kematiannya, maka akulah yang meruqyahnya (meniupnya) dan aku usap dengan tangan beliau sendiri, karena tangannya lebih besar berkahnya daripada tanganku. (HR. Muslim).
Dari Ummu Salamah, ia berkata, “Rasulullah pernah melihat seorang anak perempuan yang kulit wajahnya berubah menjadi kehitaman. Maka Rasulullah bersabda, ‘Carilah terapi ruqyah untuknya, karena ia terkena penyakit akibat pandangan mata (jahat).” (HR. Bukhari, no. 5298 dan Muslim, no. 4074).
Utsman bin Abil ‘Ash berkata, “Rasulullah pernah datang kepadaku, dan waktu itu saya lagi sakit yang sangat parah. Maka Rasulullah bersabda, ‘Usaplah (badanmu yang terasa sakit) dengan tangan kananmu sebanyak tujuh kali, seraya membaca, ‘Aku berlindung kepada Kemuliaan Allah dan Kekuasaan serta Kerajaan-Nya dari kejahatan yang aku temui.’ Lalu aku melakukan resep itu, dan Allah menghilangkan sakit yang ada pada diriku. Dan sejak itu aku selalu memerintahkan keluargaku untuk melakukannya juga begitu juga orang-orang lainnya.” (HR. Ahmad, no. 15677. Abu Daud, no. 3393. Tirmidzi, no. 2006 dan ia menyatakannya sebagai hadits hasan shahih).
Abdul Aziz berkata, “Saya dan Tsabit pernah masuk ke rumah Anas bin Malik (salah seorang shahabat Rasulullah). Tsabit berkata, ‘Wahai Abu Hamzah (Anas), saya merasa sakit.’ Anas berkata, ‘Maukah kamu aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah?’ Tsabit berkata, ‘Ya, saya mau’. Anas membaca, ‘Ya Allah, Tuhan manusia, Penghilang (rasa) sakit. Sembuhkanlah (sakitnya), Engkau Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit.” (HR. Bukhari).
Simaklah, bagaimana Rasulullah menjadikan terapi ruqyah sebagai bagian dari hidupnya, dan juga bagian dari ajaran Islam.
Begitu juga para shahabatnya. Mereka mengikuti apa yang telah dilakukan Rasulullah, lalu mengajarkannya kepada shahabat lainnya serta mewariskannya kepada generasi setelah mereka. Sehingga terapi ruqyah syar’iyyah tersebut bias sampai kepada kita melalui riwayat-riwayat hadits yang telah dibukukan para ulama’.
Kenapa Harus Ruqyah ??
Allah telah menegaskan bahwa al-Qur’an adalah Syifa’ (kesembuhan atau penawar). Bahkan tidak hanya sekali Allah menginformasikan hal itu.
Di dalam al-Qur’an ada 3 tempat yang menegaskan bahwa termasuk fungsi al-Qur’an yang sangat besar adalah sebagai kesembuhan. Yaitu di surat al-Isra’: 82,Yunus: 57 dan Fusshilat: 44.
“Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Isra’: 82).
Syekh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Al-Qur’an mengandung kesembuhan yang sifatnya umum dan menyeluruh, penyembuh penyakit hati (non fisik) dan penyakit badan (fisik).” (Kitab Taisirul karimir Rahman: 3/128).
Ruqyah Syar’iyyah tidak hanya berfungsi sebagai terapi orang yang telah terkena gangguan.
Orang yang belum kena gangguan juga sangat perlu melakukan terapi ruqyah penjagaan untuk dirinya dan keluarga. Abdullah bin ‘Amr berkata, Rasulullah pernah membaca do’a, “Kami telah memasuki sore, dan kerajaan milik Allah, dan segala puji bagi-Nya. Aku berlindung kepada Allah yang menggenggam langit agar tidak jatuh ke bumi kecuali nanti bila Dia mengizinkannya, dari kejahatan yang telah Dia ciptakan dan Dia adakan.’ Barangsiapa yang membaca do’a tersebut, maka ia akan dilindungi dari kejahatan tukang sihir, dukun, syetan dan orang yang dengki (hasud).” (HR. at-Thabrani, dan Imam al-Haitsami menyatakan bahwa para perawinya terpercaya. Lihat Kitab Majma’uz Zawaid: 10/ 119).
Dalam usaha mencari kesembuhan, tidak hanya niat kita yang harus lurus. Tapi juga cara kita dalam mencari kesembuhan juga harus benar. Kalau kita meyakini bahwa hanya Allah-lah yang kuasa menyembuhkan kita, maka kita tidak boleh berobat dengan sesuatu yang haram atau mendatangi dukun dan orang pintar, karena hal itu diharamkan. Rasulullah telah mengajarkan ruqyah syar’iyyah kepada kita, kini tugas kitalah untuk mengamalkan dan melestarikannya.
oleh: Hasan Bishri, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar