Mewaspadai Ruqyah Gadungan – Tempat Ruqyah Recommanded
Ust. Hasan Bishri, Lc. (Praktisi Ruqyah Syar’iyah di Graha Ruqyah Salemba 08787
4151 924/ 08129 3141 843)
Pembukaan
Bismillah wal
Hamdulillah. Termasuk opini masyarakat yang harus diluruskan
adalah pemahaman mereka tentang ruqyah. Banyak masyarakat Islam di negeri kita
ini khususnya, ketika mendengar atau mengetahui bahwa ada praktik pengobatan
dengan metode ruqyah, mereka langsung menyimpulkan bahwa praktik pengobatan
tersebut syar'i atau Islami.
Padahal tidak semua ruqyah itu Islami, begitu juga tidak
semua praktik pengobatan yang berlebel ruqyah bisa dikategorikan sebagai
praktik pengobatan yang islamiyah. Karena ruqyah sendiri ada dua macam. Ada ruqyah
syar'iyyah (ruqyah yang sesuai dengan syari'at Islam) dan ada juga ruqyah
syirkiyyah (ruqyah yang mengandung syirik dan diharamkan oleh Islam).
Karena opini
dan pemahaman yang salah, akhirnya banyak orang Muslim yang mengaku telah
menjadi korban praktik pengobatan yang berlebel ruqyah. Ada yang dirugikan
secara materi, alias ‘diperas’ dan diminta untuk membayar sampai Juta-an
rupiah. Ada yang disuruh beli kambing, yang harga normalnya 1 – 2 juta-an, tapi
disuruh bayar 5 – 7 juta-an.
Ada juga yang
dirugikan secara moral. Dengan bujuk rayu dan gertakan yang berbau mistik, si
pasian dinodai kehormatannya, dirampas kegadisannya, bahkan ada yang sampai
hamil. Dan yang pasti, banyak pasien yang rusak akidahnya, diajak ritual
syirik, minta pertolongan dan bantuan jin (syetan). Banyak yang rugi dunia dan
akhirat. Maka dari itu, kita harus waspada terhadap praktik yang menamakan diri
dengan Ruqyah Syar’yah/ Islami yang ada di sekitar kita.
Bukan Ruqyah yang Gadungan
Ruqyah secara
bahasa artinya bacaan. Kalau ada orang yang mengaku bahwa pengobatannya adalah
ruqyah tapi dalam praktiknya dia tidak membaca sesuatu, berarti orang tersebut
tidak paham akan makna ruqyah itu sendiri. Karena bacaan adalah termasuk unsur
pokok dalam melakukan praktik ruqyah sesuai dengan definisinya. Bukan ruqyah
kalau dalam praktiknya dia tidak membaca sesuatu, walaupun dalam kenyataannya
jin yang ada dalam tubuh seseorang itu keluar atau penyakit yang dideritanya
itu sembuh.
Bacaan yang
dibaca dalam praktik ruqyah yang syar’iyyah bukan dengan hati atau tidak
bersuara dan tak terdengar. Seorang peruqyah lazimnya membaca bacaan ruqyah
yang ada dengan bersuara, meskipun volumenya rendah (pelan). Yang penting
terdengar. Terdengar oleh jin pengganggu yang ada dalam tubuh pasien, dan
terdengar oleh orang lain yang ada di sekitar. Karena Rasulullah saat meruqyah
juga bersuara, sehingga isteri, keluarga atau shahabat-shahabatnya mendengar
materi bacaan beliau. Sehingga mereka mengetahui lalu meriwayatkannya kepada
kita.
Tapi perlu
diketahui, bahwa tidak semua bacaan yang dibaca oleh seseorang saat pengobatan
bisa dibenarkan oleh Islam, atau bisa dikategorikan sebagai ruqyah
syar'iyyah. Apalagi kalau ada seseorang pada saat praktik tidak menyuarakan
bacaannya, kita tidak tahu apa yang dibaca di hatinya. Atau sebagaian do'a
disuarakan, lalu sebagian lainnya tidak disuarakan atau bersuara tapi tidak
jelas karena hanya kumat-kamit. Praktik seperti itu harus kita waspadai,
jangan-jangan ia minta tolong kepada jin atau kepada lainnya selain Allah.
Ciri
Ruqyah yang Syar’iyah
Sebetulnya ada kriteria (cirri dan tanda khusus) dalam bacaan
yang bisa dikategorikan sebagai ruqyah syar'iyyah yang harus kita
pahami, agar kita tidak terjerumus pada ruqyah yang gadungan. Kalau kriteria
itu tidak terpenuhi dalam praktik ruqyah seseorang, maka praktik ruqyah
tersebut bisa dikategorikan sebagai Ruqyah Syirkiyah (menyimpang dari Syari’at
Islam). Kalaupun menyebut ruqyah tersebut dengan Ruqyah Syar’iyah, berarti
kategorinya Ruqyah Gadungan, alias aspal (katanya asli, tapi kenyataannya
palsu).
Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani rahimahullah berkata:
"Para ulama' telah sepakat (ijma') bahwa ruqyah dibolehkan apabila
memenuhi tiga kriteria". (Fathul Bari: 10/ 206).
Kesepakatan (konsensus) tersebut disampaikan oleh beberapa ulama' besar dan terkenal.
Di antara mereka adalah Imam as-Suyuthi (Penulis kitab Tafsir ad-Durrul
Mantsur), Imam Nawawi (Pensyarah Kitab Shahih Muslim), Imam as-Syaukani
(Penulis Kitab Hadits Nailul Authar), Syekh Sulaiman bin Abdullah (Penulis
Kitab Akidah Taisirul 'Azizil Hamid), Syekh Ibnu Taimiyyah (Pemilik Kitab
Majmu'ul Fatawa), dan begitu juga Syekh Nashiruddin al-Albani (Pakar Hadits),
serta masih banyak sederetan ulama' terkenal lainnya rahimahumullah.
Yang dimaksud
dengan tiga syarat dan telah menjadi konsensus para ulama' tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Bacaannya terdiri dari kalam Allah (al-Qur'an) atau dengan Asma' dan Sifat-Nya.
Bacaan yang dibaca oleh seorang peruqyah dengan ruqyah
syar'iyyah adalah ayat-ayat Allah yang dibaca sesuai dengan kaidah bacanya,
atau ilmu tajwid. Karena kita tidak boleh membaca ayat-ayat al-Qur'an kecuali
sesuai dengan kaidah tajwidnya. Apabila ada seorang peruqyah membaca
ayat-ayat al-Qur'an dengan cepat seperti seorang dukun membaca mantra, maka
rusaklah makna dari ayat tersebut dan ia tidak akan dapat pahala, justru ia
berdosa. Dan Islam juga melarang seorang peruqyah untuk membaca al-Qur'an
dengan memenggal-menggal ayat yang bisa merubah maksud dan makna ayat tersebut.
Maka dari itu
terkadang, kita jumpai seorang dukun juga membaca ayat al-Qur'an, tapi ia
potong-potong ayat itu seenaknya. Atau mencampurnya dengan mantra yang ia baca
atau rajah yang ia tulis. Ini termasuk pelecehan ayat suci yang sangat disukai
oleh syetan. Apalagi bila ayat itu susunannya dibulak-balik, sebagaimana yang
dikenal dengan istilah "Qulhu Sungsang", yaitu surat al-Ikhlas yang
dibulak-balik susunannya. Bacaan seperti itu harus kita tinggalkan, dan bila
ada seseorang yang membaca ayat dengan cara seperti itu, maka yang
dipraktikkannya termasuk ruqyah syirkiyyah yang harus dijauhi, karena
Islam telah mengharamkannya.
Di samping ayat al-Qur'an, seorang peruqyah juga bisa
menjadikan do'a-do'a Rasulullah sebagai materi bacaannya. Karena
hal itu telah dicontohkan Rasulullah dan juga dipraktikkan oleh shahabat-shahabatnya
serta para ulama' pewaris ilmu mereka. Para ulama' hadits telah membukukan
do'a-do'a tersebut dalam kitab-kitab hadits yang mereka susun. Dan para ulama'
lain juga telah memasukkannya sebagai bacaan ruqyah dalam kitab-kitab mereka
saat mengupas tentang materi ruqyah syar'iyyah.
Syekh Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata:
"Ruqyah adalah do'a yang dibaca untuk mencari kesembuhan yang terdiri dari
al-Qur'an dan hadits Rasulullah yang shahih. Sedangkan apa yang biasa dibaca
oleh seseorang yang terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat
yang tidak bisa dipahami maknanya, bisa jadi ada unsur kekufuran dan
kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang." (Kitab
Dhaif Sunan Tirmidzi: 231).
Imam Nawawi rahimahullah juga telah berkata:
"Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur'an dan dengan do'a-do'a yang telah
diajarkan Rasulullah adalah suatu hal yang tidak terlarang. Bahkan itu adalah
perbuatan yang disunnahkan. Telah dikabarkan para ulama' bahwa mereka telah
bersepakat (ijma') bahwa ruqyah dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari
ayat-ayat al-Qur'an atau do'a-do'a yang diajarkan Rasulullah." (Shahih
Muslim bi Syarhin Nawawi: 14/ 341).
2.
Bacaannya terdiri dari Bahasa Arab.
Para ulama'
sepakat bahwa bacaan ruqyah harus terdiri dari bahasa Arab, sebagai bahasa
al-Qur'an dan as-Sunnah. Dan mereka berbeda pendapat jika bacaan ruqyah itu
bukan bahasa Arab. Tapi yang perlu dicatat dan digaris bawahi adalah, tidak
setiap bacaan yang berbahasa arab itu benar maknanya atau tidak mengandung
kesyirikan. Karena banyak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam yang
mempunyai persepsi bahwa yang berbahasa Arab itu pasti benar dan dilegalkan
oleh Islam. Persepsi seperti itu tidak benar adanya, karena banyak juga
matra-mantra kesyirikan yang berbahasa Arab, karena pemilik atau pembuatnya
orang Arab atau bisa berbahasa Arab.
Seorang ahli Hadits yang bernama Syekh Hafizh bin Ahmad
Hakami rahimahullah berkata: "Ruqyah yang terlarang adalah ruqyah
yang tidak terdiri dari al-Qur'an atau as-Sunnah dan tidak berbahasa Arab. Ruqyah
seperti itu termasuk perbuatan syetan, dan termasuk bacaan untuk mendekatkan
diri kepada syetan. Sebagaimana yang dilakukan oleh para dukun dan tukang
sihir. Bacaan seperti itu juga banyak dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan
rajah seperti Kitab Syamsul Ma'arif dan Syumusul Anwar dan
lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam untuk merusak Islam, padahal
sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam itu." (Kitab A'lamus Sunnah
al-Mansyurah: 155).
Seorang ahli
Fiqh dan Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi rahimahullah berkata:
"Ruqyah adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh
kesembuhan dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak –dengan izin
Allah-. Tidak bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi
justru itulah yang disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan ruqyah)
ada yang dianjurkan, seperti surat al-Fatihah dan al-Mu'awwidzatain. Dan ada
juga yang dilarang, seperti ruqyah orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang
India dan lainnya. Karena dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu
Imam Malik dan yang lainnya melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena
dikhawatirkan di dalamnya mengandung suatu yang haram." (Kitab
al-Furuq: 4/ 147).
Tapi bila
bacaannya tidak terdiri dari Bahasa Arab atau 'Ajamiyyah, maka sebagian
ulama' ada yang membolehkannya dan sebagian lain melarangnya. Ulama' yang
membolehkan ruqyah dengan bahasa selain Arab memberikan persyaratan yang ketat.
Termasuk syaratnya adalah, bisa dipahami maknanya, tidak mengandung unsur
kesyirikan dan kekufuran seperti di dalamnya mencatut nama jin, malaikat, nabi
atau orang shalih dan tokoh yang dikagumi sebagai sosok yang diyakini bisa
memberi pertolongan.
DR. Abdullah bin Ahmad at-Thayyar hafizhahullah
berkata: "Ruqyah syirkiyyah (yang mengandung syirik) adalah bacaan
yang di dalamnya memohon pertolongan kepada selain Allah. Dan
termasuk memohon pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah, seperti
meruqyah dengan nama-nama jin, malaikat, nabi dan orang-orang shalih." (Kitab
Fathul Haqqil Mubin: 106).
3.
Hendaklah diyakini bahwa bacaan ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya,
tapi berpengaruh karena kuasa dan izin Allah.
Karena hakikatnya yang bisa menyembuhkan penyakit, yang kuasa
untuk menolak bahaya atau bencana, atau yang mampu untuk melindungi diri dari
gangguan syetan hanyalah Allah. Allah mengabadikan keyakinan Nabi
Ibrahim ‘alaihis salam dalam al-Qur'an, "Dan apabila aku sakit,
Dialah (Allah) yang menyembuhkanku." (QS. asy-Sy'ara': 80).
Di ayat lain,
Allah berfirman, "Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan (bahaya)
kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri…"
(QS. al-An'am: 17). Hanya saja dalam usaha mencari kesembuhan, kita diwajibkan
untuk mematuhi rambu-rambu syariat, jangan menghalalkan segala cara. Termasuk
saat memilih praktik ruqyah, karena sekarang praktik ruqyah yang menyimpang
atau gadungan makin marak dan berkembang.
Selektif
Cari Tempat Ruqyah
Kita harus
memperhatikan kriteria yang telah disepakati oleh para ulama'. Sebagaimana yang
dipesankan oleh DR. Fahd bin Dhuwaiyyan hafizhahullah (seorang ustadz
akidah di Jami'ah Islamiyyah, Madinah al-Munawwarah). Ia menanggapi tiga syarat
ruqyah di atas dengan mengatakan, "Sudah jelas, bahwa suatu hal yang
sangat penting sekali untuk memahami tiga syarat di atas, karena itulah syarat
yang benar.
Apabila salah
satu dari tiga syarat tersebut di atas tidak ada, maka kita harus berhati-hati
dan waspada. Karena banyak tempat praktik ruqyah yang didatangi oleh banyak
orang di berbagai belahan dunia, tapi tiga kriteria di atas tidak terpenuhi
dalam praktik mereka. Padahal praktik seperti itu harus dijauhi oleh seorang
muslim. Yakinlah terhadap firman Allah, "Barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. at-Thalaq:
2).
Dari tiga
syarat di atas bisa disimpulkan bahwa ruqyah itu ada dua macam. Pertama, ruqyah
yang dibolehkan, yaitu ruqyah yang di dalamnya ada tiga kriteria tersebut.
Kedua, ruqyah yang terlarang, yaitu ruqyah yang tidak ada tiga kriteria di
atas, atau salah satunya." (Kitab Ahkamur Ruqa wat Tamaim: 41).
Pesan Ulama’ Salaf
Imam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata: "Adapun pengobatan orang yang
kesurupan dengan ruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila
bacaan ruqyah tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan
dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah
ditegaskan bahwa Rasulullah mengizinkan penggunaan ruqyah selama tidak
mengandung kesyirikan. (Lihat HR. Muslim no. 2200, red.).
Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan,
seperti ada kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung
kekufuran, maka tidak seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun
terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang
kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya daripada manfaat
kesembuhan yang diperoleh." (Majmu'ul Fatawa: 23/ 277).
Imam Nawawi menukil perkataan Syekh al-Maziri rahimahumallah:
"Semua ruqyah itu boleh apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau
sunnah Rasul. Dan ruqyah itu terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab
atau dengan bahasa yang tidak dipahami maknanya, karena dikhawatirkan ada
kekufuran di dalamnya." (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi: 13/ 341).
Nah, sekarang bagaimana kita bisa mengkategorikan bahwa
ruqyah yang dibaca seseorang itu berbahasa Arab atau tidak, dan isi bacaannya
menyimpang atau tidak, jika ia sendiri tidak menyuarakan bacaannya atau tidak
terdengar oleh orang lain. Kalau bacaannya hanya dalam hati, apalagi cuma
komat-kamit, itu praktik perdukunan, alias Ruqyah Gadungan bukan yang
Syar’iyah. Meskipun si Peruqyah berjubah dan bersurban layaknya
seorang Kyai besar, atau seperti seorang ustadz sungguhan.
Penutup
Oleh sebab itu, mulai sekarang pastikan bahwa ruqyah yang
Anda pakai adalah ruqyah Syar'iyyah. Dan apabila Anda memakai jasa ruqyah dari
orang lain, pastikan bahwa ruqyahnya adalah ruqyah yang syar'iyyah,
bukan yang syirkiyyah. Karena Rasulullah telah bersabda,
"Tidak apa-apa dengan ruqyah, selama tidak mengandung kesyirikan."
(HR. Muslim, Abu Daud dan al-Hakim).
Jika Anda ingin mengetahui praktik ruqyah yang syar’iyyah,
atau ingin membuktikan manfaat dari terapi model ini, silakan mengunjungi
tempat praktik kami di Graha Ruqyah Salemba. Sampai saat
ini kami berusaha untuk mensosialisasikan cara pengobatan Rasulullah yang satu
ini, meskipun di luaran sana banyak orang yang menyalahgunakan praktik ruqyah,
bahkan untuk membungkus praktik perdukunan yang sarat kesyirikan. Hati-hati,
jangan sampai Anda tertipu lagi. Pastikan terapi ruqyah yang Anda pilih adalah
Ruqyah yang Syar’iyah, bukan Ruqyah Gadungan. Wallahu a’lam.