Mewaspadai Ruqyah
Palsu (Hoax) dan Abal-Abal
(Graha
Ruqyah, Tempat Ruqyah yang Syar’iyah di Jakarta)
Ust. Hasan Bishri, Lc.
(Konsultan Ruqyah Syar’iyah Indonesia Hp. 0815 816 7874)
Muqoddimah
Bismillah wal Hamdulillah. Yang perlu dicatat oleh para
pembaca blog ini, tidak semua ruqyah itu Islami, begitu juga tidak semua
praktik pengobatan yang berlebel ruqyah bisa dikategorikan sebagai praktik
pengobatan yang islamiyah. Karena ruqyah sendiri ada dua macam. Ada ruqyah
syar'iyyah (ruqyah yang sesuai dengan syari'at Islam) dan ada juga ruqyah
syirkiyyah (ruqyah yang mengandung syirik dan diharamkan oleh Islam). Atau
yang mengaku-ngaku sebagai ruqyah syar’iyah, padahal sebenarnya ruqyah
syirkiyah, inilah yang kita sebut sebagai ruqyah palsu atau hoax.
Karena opini dan pemahaman yang
salah, akhirnya banyak orang Muslim yang mengaku telah menjadi korban praktik
pengobatan yang berlebel ruqyah. Ada yang dirugikan secara materi, alias
‘diperas’ dan diminta untuk membayar sampai Juta-an rupiah. Mungkin Anda pernah
mendengar atau melihat Iklan praktik Ruqyah dan Dzikir, pasiennya diminta bayar
sampat 7 juta, bahkan lebih karena system paket pengobatan yang ditawarkan. Ada
juga yang disuruh beli kambing, yang harga normalnya 1 – 2 juta-an, tapi
disuruh bayar 5 – 7 juta-an.
Ada juga yang dirugikan secara
moral. Dengan bujuk rayu dan gertakan yang berbau mistik, si pasian dinodai
kehormatannya, dirampas kegadisannya, bahkan ada yang sampai hamil. Dan yang
pasti, banyak pasien yang rusak akidahnya, diajak ritual syirik, minta
pertolongan dan bantuan jin (syetan). Banyak yang rugi dunia dan akhirat. Maka
dari itu, kita harus waspada terhadap praktik yang menamakan diri dengan Ruqyah
Syar’yah/ Islami yang ada di sekitar kita. Segala macam penyakit, Allah yang
sembuhkan. Maka carilah Ruqyah yang Syar’iyah, bukan Ruqyah syirkiyyah ataupun
ruqyah palsu (hoax).
Ciri Ruqyah yang
Syar’iyah
Sebetulnya ada kriteria
(ciri dan tanda khusus) dalam bacaan yang bisa dikategorikan sebagai ruqyah
syar'iyyah yang harus kita pahami, agar kita tidak terjerumus pada ruqyah
yang gadungan. Kalau kriteria itu tidak terpenuhi dalam praktik ruqyah
seseorang, maka praktik ruqyah tersebut bisa dikategorikan sebagai Ruqyah
Syirkiyah (menyimpang dari Syari’at Islam). Kalaupun menyebut ruqyah tersebut
dengan Ruqyah Syar’iyah, berarti kategorinya Ruqyah Gadungan, alias aspal
(katanya asli, tapi kenyataannya palsu).
Imam Ibnu Hajar
al-'Asqalani rahimahullah berkata: "Para ulama' telah sepakat
(ijma') bahwa ruqyah dibolehkan apabila memenuhi tiga kriteria". (Fathul
Bari: 10/ 206). Kesepakatan (konsensus) tersebut disampaikan oleh beberapa
ulama' besar dan terkenal. Di antara mereka adalah Imam as-Suyuthi (Penulis
kitab Tafsir ad-Durrul Mantsur), Imam Nawawi (Pensyarah Kitab Shahih Muslim),
Imam as-Syaukani (Penulis Kitab Hadits Nailul Authar), Syekh Sulaiman bin
Abdullah (Penulis Kitab Akidah Taisirul 'Azizil Hamid), Syekh Ibnu Taimiyyah
(Pemilik Kitab Majmu'ul Fatawa), dan begitu juga Syekh Nashiruddin al-Albani
(Pakar Hadits), serta masih banyak sederetan ulama' terkenal lainnya rahimahumullah.
Yang dimaksud dengan
tiga syarat dan telah menjadi konsensus para ulama' tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Bacaannya terdiri dari kalam Allah (al-Qur'an) atau dengan Asma' dan Sifat-Nya.
Bacaan yang dibaca oleh
seorang peruqyah dengan ruqyah syar'iyyah adalah ayat-ayat Allah yang
dibaca sesuai dengan kaidah bacanya, atau ilmu tajwid. Karena kita tidak boleh
membaca ayat-ayat al-Qur'an kecuali sesuai dengan kaidah tajwidnya. Apabila ada
seorang peruqyah membaca ayat-ayat al-Qur'an dengan cepat seperti seorang dukun
membaca mantra, maka rusaklah makna dari ayat tersebut dan ia tidak akan dapat
pahala, justru ia berdosa. Dan Islam juga melarang seorang peruqyah untuk
membaca al-Qur'an dengan memenggal-menggal ayat yang bisa merubah maksud dan
makna ayat tersebut.
Maka dari itu
terkadang, kita jumpai seorang dukun juga membaca ayat al-Qur'an, tapi ia
potong-potong ayat itu seenaknya. Atau mencampurnya dengan mantra yang ia baca
atau rajah yang ia tulis. Ini termasuk pelecehan ayat suci yang sangat disukai
oleh syetan. Apalagi bila ayat itu susunannya dibulak-balik, sebagaimana yang
dikenal dengan istilah "Qulhu Sungsang", yaitu surat al-Ikhlas yang
dibulak-balik susunannya. Bacaan seperti itu harus kita tinggalkan, dan bila
ada seseorang yang membaca ayat dengan cara seperti itu, maka yang
dipraktikkannya termasuk ruqyah syirkiyyah yang harus dijauhi, karena
Islam telah mengharamkannya.
Di samping ayat
al-Qur'an, seorang peruqyah juga bisa menjadikan do'a-do'a Rasulullah sebagai
materi bacaannya. Karena hal itu telah dicontohkan Rasulullah dan juga
dipraktikkan oleh shahabat-shahabatnya serta para ulama' pewaris ilmu mereka.
Para ulama' hadits telah membukukan do'a-do'a tersebut dalam kitab-kitab hadits
yang mereka susun. Dan para ulama' lain juga telah memasukkannya sebagai bacaan
ruqyah dalam kitab-kitab mereka saat mengupas tentang materi ruqyah
syar'iyyah.
Syekh Nashiruddin
al-Albani rahimahullah berkata: "Ruqyah adalah do'a yang dibaca untuk
mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Qur'an dan hadits Rasulullah yang
shahih. Sedangkan apa yang biasa dibaca oleh seseorang yang terdiri dari
kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak bisa dipahami maknanya,
bisa jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah
yang dilarang." (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi: 231).
Imam Nawawi rahimahullah
juga telah berkata: "Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur'an dan dengan
do'a-do'a yang telah diajarkan Rasulullah adalah suatu hal yang tidak
terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah dikabarkan para
ulama' bahwa mereka telah bersepakat (ijma') bahwa ruqyah dibolehkan apabila
bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Qur'an atau do'a-do'a yang diajarkan
Rasulullah." (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi: 14/ 341).
2.
Bacaannya terdiri dari Bahasa Arab.
Para ulama' sepakat
bahwa bacaan ruqyah harus terdiri dari bahasa Arab, sebagai bahasa al-Qur'an
dan as-Sunnah. Dan mereka berbeda pendapat jika bacaan ruqyah itu bukan bahasa
Arab. Tapi yang perlu dicatat dan digaris bawahi adalah, tidak setiap bacaan
yang berbahasa arab itu benar maknanya atau tidak mengandung kesyirikan. Karena
banyak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam yang mempunyai persepsi bahwa
yang berbahasa Arab itu pasti benar dan dilegalkan oleh Islam. Persepsi seperti
itu tidak benar adanya, karena banyak juga matra-mantra kesyirikan yang
berbahasa Arab, karena pemilik atau pembuatnya orang Arab atau bisa berbahasa
Arab.
Seorang ahli Hadits
yang bernama Syekh Hafizh bin Ahmad Hakami rahimahullah berkata:
"Ruqyah yang terlarang adalah ruqyah yang tidak terdiri dari al-Qur'an
atau as-Sunnah dan tidak berbahasa Arab. Ruqyah seperti itu termasuk perbuatan
syetan, dan termasuk bacaan untuk mendekatkan diri kepada syetan. Sebagaimana
yang dilakukan oleh para dukun dan tukang sihir. Bacaan seperti itu juga banyak
dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan rajah seperti Kitab Syamsul Ma'arif
dan Syumusul Anwar dan lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam
untuk merusak Islam, padahal sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam
itu." (Kitab A'lamus Sunnah al-Mansyurah: 155).
Seorang ahli Fiqh dan
Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi rahimahullah berkata:
"Ruqyah adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh
kesembuhan dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak –dengan izin
Allah-. Tidak bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi
justru itulah yang disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan ruqyah)
ada yang dianjurkan, seperti surat al-Fatihah dan al-Mu'awwidzatain. Dan ada
juga yang dilarang, seperti ruqyah orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang
India dan lainnya. Karena dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu
Imam Malik dan yang lainnya melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena
dikhawatirkan di dalamnya mengandung suatu yang haram." (Kitab
al-Furuq: 4/ 147).
Tapi bila bacaannya
tidak terdiri dari Bahasa Arab atau 'Ajamiyyah, maka sebagian ulama' ada
yang membolehkannya dan sebagian lain melarangnya. Ulama' yang membolehkan
ruqyah dengan bahasa selain Arab memberikan persyaratan yang ketat. Termasuk
syaratnya adalah, bisa dipahami maknanya, tidak mengandung unsur kesyirikan dan
kekufuran seperti di dalamnya mencatut nama jin, malaikat, nabi atau orang
shalih dan tokoh yang dikagumi sebagai sosok yang diyakini bisa memberi
pertolongan.
3.
Hendaklah diyakini bahwa bacaan ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya,
tapi berpengaruh karena kuasa dan izin Allah.
Karena hakikatnya yang
bisa menyembuhkan penyakit, yang kuasa untuk menolak bahaya atau bencana, atau
yang mampu untuk melindungi diri dari gangguan syetan hanyalah Allah. Allah
mengabadikan keyakinan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam al-Qur'an,
"Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkanku." (QS.
asy-Sy'ara': 80).
Di ayat lain, Allah
berfirman, "Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu,
maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri…" (QS.
al-An'am: 17). Hanya saja dalam usaha mencari kesembuhan, kita diwajibkan untuk
mematuhi rambu-rambu syariat, jangan menghalalkan segala cara. Termasuk saat
memilih praktik ruqyah, karena sekarang praktik ruqyah yang menyimpang atau
gadungan makin marak dan berkembang.
Kita harus
memperhatikan kriteria yang telah disepakati oleh para ulama'. Sebagaimana yang
dipesankan oleh DR. Fahd bin Dhuwaiyyan hafizhahullah (seorang ustadz
akidah di Jami'ah Islamiyyah, Madinah al-Munawwarah). Ia menanggapi tiga syarat
ruqyah di atas dengan mengatakan, "Sudah jelas, bahwa suatu hal yang
sangat penting sekali untuk memahami tiga syarat di atas, karena itulah syarat
yang benar.
Apabila salah satu dari
tiga syarat tersebut di atas tidak ada, maka kita harus berhati-hati dan
waspada. Karena banyak tempat praktik ruqyah yang didatangi oleh banyak orang
di berbagai belahan dunia, tapi tiga kriteria di atas tidak terpenuhi dalam
praktik mereka. Padahal praktik seperti itu harus dijauhi oleh seorang muslim.
Yakinlah terhadap firman Allah, "Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. at-Thalaq: 2).
Dari tiga syarat di
atas bisa disimpulkan bahwa ruqyah itu ada dua macam. Pertama, ruqyah yang
dibolehkan, yaitu ruqyah yang di dalamnya ada tiga kriteria tersebut. Kedua,
ruqyah yang terlarang, yaitu ruqyah yang tidak ada tiga kriteria di atas, atau
salah satunya." (Kitab Ahkamur Ruqa wat Tamaim: 41).
Pesan Ulama’ Salaf
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
berkata: "Adapun pengobatan orang yang kesurupan dengan ruqyah, maka
bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila bacaan ruqyah tersebut terdiri
dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan dibolehkan oleh agama Islam, maka
bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah ditegaskan bahwa Rasulullah
mengizinkan penggunaan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR.
Muslim no. 2200, red.).
Tapi bila di dalamnya
mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada kesyirikan atau maknanya tidak
bisa dipahami atau mengandung kekufuran, maka tidak seorang pun diperkenankan
untuk memakainya. Walaupun terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar
dari tubuh orang yang kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya
daripada manfaat kesembuhan yang diperoleh." (Majmu'ul Fatawa: 23/
277).
Imam Nawawi menukil
perkataan Syekh al-Maziri rahimahumallah: "Semua ruqyah itu boleh
apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau sunnah Rasul. Dan ruqyah itu
terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab atau dengan bahasa yang tidak
dipahami maknanya, karena dikhawatirkan ada kekufuran di dalamnya." (Shahih
Muslim bi Syarhin Nawawi: 13/ 341).
Nah, sekarang bagaimana
kita bisa mengkategorikan bahwa ruqyah yang dibaca seseorang itu berbahasa Arab
atau tidak, dan isi bacaannya menyimpang atau tidak, jika ia sendiri tidak
menyuarakan bacaannya atau tidak terdengar oleh orang lain. Kalau bacaannya
hanya dalam hati, apalagi cuma komat-kamit, itu praktik perdukunan, alias
Ruqyah Gadungan bukan yang Syar’iyah. Meskipun si Peruqyah berjubah dan
bersurban layaknya seorang Kyai besar, atau seperti seorang ustadz sungguhan.
Ciri Ruqyah Palsu
(Hoax)
Kesimpulannya, Ruqyah
yang palsu (hoax) adalah ruqyah yang tidak memenuhi kriteria ruqyah syar’iyah
yang disebut di atas, meskipun praktisinya mengaku bahwa ruqyahnya syar’iyah.
Membaca bacaan ruqyah (alfatihah atau surat lainnya) tidak tartil (bertajwid),
baca al-Qur’an seperti baca mantra. Berpraktik ruqyah dengan cara jarak jauh,
melalui TV atau radio. Kulit peruqyah bersentuhan langsung dengan kulit pasien
non sejenis dan non mahrom. Mengaku bisa transfer penyakit pasiennya ke obyek
(media) lain. Menjadikan dzikir hanya sebagai kedok, menjadikan sorban dan
jubah sebagai kamlufase. Semoga Allah memberi petunjuk agar mereka kembali ke
jalan yang benar, dan pasiennya cepat sadar.
Oleh sebab itu, mulai
sekarang pastikan bahwa ruqyah yang Anda pakai adalah ruqyah Syar'iyyah. Dan
apabila Anda memakai jasa ruqyah dari orang lain, pastikan bahwa ruqyahnya
adalah ruqyah yang syar'iyyah, bukan yang syirkiyyah atau ruqyah
palsu. Karena Rasulullah telah bersabda, "Tidak apa-apa dengan ruqyah,
selama tidak mengandung kesyirikan." (HR. Muslim, Abu Daud dan al-Hakim).
Sedangkan Ruqyah yang syirik dan palsu diharamkan.
Jika Anda ingin
mengetahui praktik ruqyah yang syar’iyyah, atau ingin membuktikan manfaat dari
terapi model ini, silakan mengunjungi tempat praktik kami di Graha Ruqyah
Salemba. Sampai saat ini kami berusaha untuk mensosialisasikan cara
pengobatan Rasulullah yang satu ini, meskipun di luaran sana banyak orang yang
menyalahgunakan praktik ruqyah, bahkan untuk membungkus praktik perdukunan yang
sarat kesyirikan. Hati-hati, jangan sampai Anda tertipu lagi. Pastikan terapi
ruqyah yang Anda pilih adalah Ruqyah yang Syar’iyah, bukan Ruqyah Palsu (Hoax).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar