Fenomena Maraknya
Jimat di Indonesia – Tempat Ruqyah
Jakarta
By. Hasan
Bishri, Lc. (Praktisi dan Konsultan Ruqyah Syar’iyah Indonesia)
Muqoddimah
Bismillah wal Hamdulillah. Manusia modern biasanya mempunyai
pola pikir yang rasional dan realistis. Namun di zaman yang serba modern ini
sangat disayangkan masih banyak orang yang berpikir secara tidak rasional
sehingga mereka banyak mempercayai hal-hal yang irasional, contoh konkretnya
adalah jimat. Dalam budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, jimat sangat
populer dan lekat dengan kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk jimat kini
marak di kolom-kolom iklan media cetak. Kalau hanya sekedar irasional, maka
masalahnya tidak sebesar jika irasional ini sampai menjurus kepada kesyirikan
Hakikat Jimat (Tamimah)
Tamimah (jimat) pada masa jahiliah
adalah sesuatu yang dikalungkan pada anak kecil untuk menolak ain (suatu
penyakit yang disebabkan oleh pandangan mata). Namun pengertian tamimah
sekarang ini tidak terbatas pada bentuk dan kasus tertentu, tetapi mencakup semua
benda dari bahan apapun, bagaimanapun cara pakainya dan tempat pakainya. Ada
yang dari bahan kain, benang, kerang maupun tulang, baik dipakai dengan cara
dikalungkan, digantungkan dan sebagainya.
Tempatnya pun bervariasi baik di
mobil, rumah, leher, kaki dan sebagainya. Contoh gampangnya seperti kalung,
batu akik, cincin, sabuk (ikat pinggang), rajah (tulisan Arab yang ditulis per
huruf dan kadang ditulis terbalik), selendang, keris atau benda-benda yang
digantungkan pada tempat tertentu seperti di atas pintu di kendaraan, di pintu
depan rumah, diletakkan pada ikat pinggang atau sebagai ikat pinggang, sebagai
susuk, atau ditulis di kertas, dibakar lalu diminum dan lain-lain dengan maksud
untuk mengusir atau tolak balak.
Dalil Haramnya Jimat
Ketahuilah bahwa memakai tamimah
hukumnya terlarang. Alloh berfirman:
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya mereka menjawab: Alloh, Katakanlah:
Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Alloh, jika Alloh
hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Alloh hendak memberi rahmat kepadaku,
apakah mereka dapat menahan rahmatNya? Katakanlah: Cukuplah Alloh bagiku. Kepada-Nyalah
bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (QS. Az Zumar: 38)
Berhalaberhala sesembahan orang
musyrik tersebut tidak mampu memberikan manfaat atau menolak mudharat bagi
penyembahnya karena memang berhala bukan merupakan sebab untuk mencapai maksud penyembahnya.
Begitu pula dengan para pengguna tamimah yang telah mengambil sebab yang bukan
merupakan sebab.
Dalam banyak hadits juga disebutkan
hal yang serupa. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam melihat seseorang
yang memakai gelang kuningan di tangannya, maka beliau bertanya, Apa ini? Orang
itu menjawab, Penangkal sakit. Nabi pun bersabda, Lepaskanlah, karena dia hanya
akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika kamu mati sedang gelang itu masih ada
pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya. (HR. Ahmad).
Nabi memerintahkan untuk melepas
tamimah tersebut dan mengancam dengan ancaman yang sangat keras jika tidak
dilepas hingga mati, menunjukkan tamimah dosa yang sangat besar. Dan ancaman
tidak akan beruntung selama-lamanya hanya tertuju pada kesyirikan.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari
Hudzaifah, bahwa ia melihat seorang lakilaki di tangannya ada benang untuk
mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Alloh
taala, “Dan sebagian besar dari mereka itu beriman kepada Alloh, hanya saja
mereka pun berbuat syirik (kepada Nya)”. (QS. Yusuf: 106)
Hudzaifah memahami bahwa tamimah
merupakan kesyirikan oleh karena itu beliau membawakan firman Alloh di atas
untuk mendalili kesyirikan tersebut. Nabi shollallohu alaihi wa sallam
bersabda yang artinya, Barang siapa menggantungkan sesuatu barang (dengan
anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya
Alloh menjadikan dia selalu bergantung kepada barang tersebut. (HR. Imam
Ahmad dan At Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan bahwa
pengguna tamimah akan terlantar dan tidak mendapatkan pertolongan Alloh, ini
bukti bahwa tamimah sangat tercela. Nabi bersabda kepada Ruwaifi yang artinya, Hai
Ruwaifi, semoga engkau berumur panjang. Untuk itu sampaikanlah kepada
orang-orang bahwa siapa saja yang mengikat jenggotnya atau memakai kalung dari
tali busur panah atau beristinja dengan kotoran binatang ataupun dengan tulang,
maka sesungguhnya Muhammad berlepas diri dari semua itu. (HR. Ahmad).
Berlepas dirinya Rosululloh dari pengguna tamimah bukti bahwa hal itu merupakan
dosa besar.
Jenis Jimat
Tamimah ditinjau dari wujudnya ada
dua macam: (1) Tamimah berupa Al Quran (2) Tamimah bukan dari Al Quran. Jika
tamimah itu berupa Al Quran (misalnya digantungkan dalam mobil untuk menolak
bala) maka pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah terlarang, meskipun
hukumnya tidak syirik karena menggunakan Al Quran di sini berarti bersandar
kepada kalamulloh bukan kepada makhluk. Hal tersebut terlarang karena keumuman
dalil larangan tamimah. Jika tamimah dengan ayat diperbolehkan niscaya
Rosululloh akan menjelaskannya seperti halnya ruqyah. Di samping itu pemakaian
tamimah dengan Al Quran dapat menyebabkan terlecehkannya Al Quran seperti
ketika dibawa ke kamar kecil.
Jika tamimah itu berupa non Al Quran
maka hukumnya haram dan termasuk kesyirikan. Jika seseorang meyakini bahwa
jimat itu hanya sebagai sebab semata dan tidak memiliki kekuatan sendiri maka
ia terjatuh dalam syirik kecil. Adapun bila ia meyakini bahwa jimat tersebut
dapat berpengaruh tanpa kehendak Alloh maka ia terjatuh dalam syirik akbar,
karena hatinya telah bersandar kepada selain Alloh.
Hukum Sebab Akibat
Dalam mengambil sebab maka harus
diperhatikan tiga hal: Pertama, sebab yang diambil harus yang terbukti
secara syari atau qodari. Secara syari maksudnya sebab tersebut telah
ditunjukkan oleh Al Quran atau As Sunnah dapat mengantarkan kepada maksud atau
tujuan. Misalnya amal sholeh adalah sebab masuk surga. Adapun secara qodari
maksudnya pengalaman atau penelitian menunjukkan bahwa sesuatu tersebut memang
merupakan sebab yang mengantarkan kepada maksud. Contoh makan adalah sebab
untuk kenyang, belajar adalah sebab untuk lulus ujian. Sebab qodari ini ada
yang halal dan ada yang haram, contoh yang halal yaitu belajar agar menjadi
pintar dan contoh yang haram yaitu korupsi agar cepat kaya.
Kedua, hati tetap bersandar kepada Alloh dan tidak bersandar
kepada sebab. Maksudnya ketika mengambil sebab hatinya senantiasa bertawakal
memohon pertolongan kepada Alloh demi berpengaruhnya sebab tersebut. Hatinya
tidak condong kepada sebab tersebut sehingga merasa tenang kepada sebab. Jika
seseorang telah memperhitungkan segala sesuatunya kemudian ia merasa pasti akan
berhasil maka padanya ada indikasi telah bersandar kepada sebab. Begitu pula
seseorang yang kecewa berat atas sebuah kegagalan padahal dia merasa sudah
mengambil sebab sebaik-baiknya juga terdapat indikasi bahwa ia telah bersandar
kepada sebab.
Ketiga, tetap memiliki keyakinan betapapun keampuhan sebuah
sebab berpengaruh dan tidaknya hanya Alloh yang menaqdirkannya. Artinya jika
Alloh menghendaki sebab itu berpengaruh maka sebab tersebut akan berpengaruh.
Tetapi jika Alloh menghendaki untuk tidak berpengaruh maka tidak akan
menghasilkan apaapa walaupun sebab tersebut sangat kuat. Contohnya yaitu api
yang besar yang adatnya dapat membakar. Namun tatkala Alloh menghendaki lain
justru api itu menjadi dingin seperti kisah Nabi Ibrahim. Demikianlah sekelumit
hal-hal yang berkaitan jimat. Semoga dapat menjadikan diri kita semakin dekat
dengan Alloh dengan menegakkan tauhid pada diri kita sendiri dan menjauhkan
diri dair kesyirikan, besar dan kecilnya. Wallohu Alam Bish showab. (dari berbagai sumber). Graha Ruqyah Salemba 08787 4151 924
Tidak ada komentar:
Posting Komentar