Empat Jenis Murtad
(Graha Ruqyah Salemba Tempat Konsultasi dan Terapi)
Ust. Hasan Bishri, Lc. (Praktisi Ruqyah Syar’iyah
di Jakarta 0815 816 7874)
Muqaddimah
Bismillah wal Hamdulillah. Vonis hukum kafir/takfir dapat
dibagi menjadi dua kategori: takfir muthlaq dan takfir mu’ayyan.
Yang dimaksud dengan takfir muthlaq adalah kaidah umum yang diberlakukan
bagi orang yang melakukan suatu jenis perbuatan yang dimasukkan dalam kategori
kekafiran (kufur akbar). Seperti misalnya ucapan para
ulama, “Barang siapa yang meyakini al-Qur’an adalah makhluk maka dia kafir.”
Ungkapan semacam ini bisa dilontarkan oleh siapa saja selama dilandasi dalil
al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman yang benar serta tidak ditujukan kepada
suatu kelompok atau individu tertentu.
Adapun takfir mu’ayyan maka ia merupakan bentuk penjatuhan vonis
kafir kepada individu atau kelompok orang tertentu. Jenis takfir yang kedua ini
bukan hak setiap orang, namun wewenang para ulama yang benar-benar ahlinya atau
badan khusus (ulama) yang ditunjuk oleh penguasa muslim setempat. Untuk
menjatuhkan vonis kafir kepada perorangan diperlukan tahapan-tahapan yang tidak
mudah dan syarat-syarat, sampai benar-benar terbukti bahwa yang bersangkutan
benar-benar telah melakukan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama. (lihat Mujmal
Masa’il Iman al-’Ilmiyah fi ushul al-’Aqidah as-Salafiyah: 17-18).
Pertama: Riddah dengan sebab ucapan. Seperti contohnya ucapan
mencela Allah ta’ala atau Rasul-Nya, menjelek-jelekkan malaikat atau
salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai Nabi,
membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah,
beristighotsah kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai Allah atau
meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.
Kedua: Riddah dengan sebab perbuatan. Seperti contohnya
melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan dan menyembelih hewan
untuk diperembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang
kotor, melakukan praktek sihir, mempelajari sihir atau mengajarkannya. Atau
memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini kebolehannya.
Ketiga: Riddah dengan sebab keyakinan. Seperti contohnya
meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina dan riba sebagai sesuatu
yang halal. Atau meyakini roti itu haram. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak
diwajibkan dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas
disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati
keharamannya.
Keempat: Riddah dengan sebab keraguan. Seperti meragukan
sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan
diharamkannya syirik, khamr dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam atau para Nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran Nabi
tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan kecocokan Islam untuk
diterapkan pada zaman sekarang ini. (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits
‘Aliy, hal. 32-33).
5 Sikap Pada Orang Murtad
Pertama: Orang yang murtad harus diminta bertobat
sebelum dijatuhi hukuman. Kalau dia mau bertobat dan kembali kepada Islam dalam
rentang waktu tiga hari maka diterima dan dibebaskan dari hukuman. Kedua:
Apabila dia menolak bertobat maka wajib membunuhnya. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengganti agamanya maka
bunuhlah dia.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud).
Ketiga: Kemurtadannya menghalangi dia untuk
memanfaatkan hartanya dalam rentang waktu dia diminta tobat. Apabila dia
bertobat maka hartanya dikembalikan. Kalau dia tidak mau maka hartanya menjadi
harta fai’ yang diperuntukkan bagi Baitul Maal sejak dia dihukum bunuh atau
sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang berpendapat hartanya
diberikan untuk kepentingan kebaikan kaum muslimin secara umum.
Keempat: Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan
dari kerabatnya, dan juga mereka tidak bisa mewarisi hartanya. Kelima:
Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad maka mayatnya
tidak dimandikan, tidak disholati dan tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin
akan tetapi dikubur di pekuburan orang kafir atau di kubur di tanah manapun
selain pekuburan umat Islam. (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy,
hal. 33). Demikian, semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar