Rabu, 17 Februari 2021

Serial Jiinipedia Islami (17)


 

Hukum Menjadi Utusan Jin dalam Islam


By. Hasan Bishri, Lc. 

(Ketua II ARSYI dan Direktur Graha Ruqyah Salemba Jakarta, 081225211779)

Siapakah yang dimaksud dengan Utusan Jin (baca; Rasul Iblis)? Adakah manusia yang dengan sadar dan sengaja mau menjadi Rasul Iblis? Lalu bagaimana hukum profesi tersebut dalam Syari’at Islam? Dan hukum uang atau penghasilan yang didapat dari profesi tersebut? Simaklah pernyataan dari DR. Umar Sulaiman al-Asyqor rahimahullah berikut. “Siapa yang mempelajari Sejarah manusia pasti dia mengetahui bahwa Dukun-dukun dan Tukang Sihir berperan seperti para Rasul (Utusan), tapi mereka adalah Para Rasul Syetan.

Suara (petunjuk) Para Tukang Sihir dan Para Dukun didengar oleh para pengikutnya, mereka menghalalkan sesuatu dan mengharamkannya, dan mereka mengambil imbalan atau upah dari profesinya, bahkan mereka menyuruh para pengikutnya dengan ritual atau ibadah tertentu yang diridhoi oleh syetan. Ada yang menyuruh untuk memutus tali silaturrahim, melecehkan dan menodai kehormatan. Al-Aqqod telah menjelaskan hal itu dalam kitabnya yang berjudul Iblis.” (Kitab Alamul Jin wasy Syayathin: 121)


Hukum Membuka Praktik Perdukunan

Apa hukumnya membuka praktik Perdukunan? Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) sudah menegaskan bahwa hal itu Haram hukumnya. Fatwa tentang Perdukunan (Kahanah) telah dikeluarkan MUI pada Munas ke VII tahun 2005, yaitu segala bentuk praktik perdukunan (Kahanah) dan peramalan ('Irafah) hukumnya Haram. Mempublikasikan praktik perdukunan dan peramalan dalam bentuk apapun hukumnya Haram. Memanfaatkan dan menggunakan atau mempercayai segala praktik perdukunan dan peramalan hukumnya Haram. (Lihat htp://mui.or.id),

Dalam hadits yang shahih, Rasulullah saw. telah menegaskan akan haramnya membuka praktik perdukunan atau menjadi utusan Iblis di tengah masyarakat atau yang memanfaatkan jasa perdukunan, bahkan Rasulullah saw. tidak mengakui mereka sebagai bagian dari ummatnya. Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Bukan golongan kami orang yang berpraktik sihir dan yang memanfaatkan jasa tukang sihir, dan orang yang bertathoyyur (meramal) atau memakai jasa peramal, dan orang yang berpraktik perdukunan dan memakai jasa Dukun.” (HR. Bazzar dan dishahihkan oleh Imam al-Haitsami)

Bahkan Rasulullah saw. juga menegaskan bahwa para Dukun itu kalau tidak segera bertaubat sebelum ajal tiba, maka mereka akan mati masuk Neraka. Simaklah riwayat berikut: “Suatu hari datanglah sekelompok orang ke Nabi saw. Mereka menganggap bahwa Rasulullah termasuk orang yang bisa mengetahui hal ghaib. Mereka menyembunyikan sesuatu di genggaman tangan, mereka berkata pada Nabi, “Beritahu kami, apa yang kami sembunyikan? Dengan lantang Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya aku bukanlah Dukun. Karena Dukun dan orang yang berpraktik perdukunan semuanya tempatnya di Neraka.” (HR. Tirmidzi)


Penghasilan Dari Praktik Perdukunan

Apakah Anda masih ingat tentang Fenomena Dukun Cilik Ponari dari Jombang Jawa Timur yang sempat Viral di Media Massa dan Media Sosial? Karena membludaknya pasien Ponari, kehidupan Ekonominya pun berubah drastis. Simak laporan Kompas.com berikut: Keluarga menyebut hasil dari pengobatan Ponari sempat terkumpul uang Rp 1 miliar lebih. Dengan uang sebanyak itu, dia mampu membangun rumah yang sangat layak, membeli dua bidang sawah seluas dua hektar, sepeda motor, dan perabotan rumah tangga. Ya, dari praktik perdukunannya, Ponari jadi kaya mendadak.

Di negeri yang notabene sebagai populasi Muslim terbesar di Dunia, masih banyak ‘Ponari-Ponari’ lain, bahkan lebih kaya, sampai ada yang bisa membangun Istana dari hasil perdukunan. Hasil praktik perdukunan memang manis rasanya, karena banyaknya masyarakat kita yang percaya dan yakin dengan kinerja para Dukun, sehingga mereka rela berjubel dan antri di tempat praktik Dukun. Bahkan kalau harus bayar mahal untuk biaya ritual pengobatan mereka mau. Profesi perdukunan menjadi profesi yang menjanjikan secara Finansial. Makanya banyak bermunculan praktik ‘Dukun Palsu’ agar bisa mengeruk harta pasien yang datang.

 Lebih dari 20 tahun Penulis melayani praktik Ruqyah Syar’iyah, di antara pasien yang datang menceritakan perjalanan mereka mencari pengobatan. Ada yang telah datang ke beberapa orang dukun, bahkan ada yang bilang telah berobat ke seratus dukun, tapi sakit mereka tak kunjung sembuh juga. Ada yang sudah habis ratusan Juta bahkan Miliaran rupiah untuk membayar jasa Dukun terkenal dan tenar. Tapi untuk terapi Ruqyah Syar’iyah mereka punya prinsip sendiri: Ruqyah Syar’iyah kan terapi Qur’an, maka baiknya para Ustadz ikhlas dan tidak usah dibayar. Yang Haram mereka mau bayar mahal, sedangkan Ruqyah Syar’iyah yang Halal minta digratiskan. Ironis memang, aneh tapi nyata.

Lalu bagaimana hukumnya Uang hasil dari praktik Perdukunan, halal atau haram? Simaklah hadits Rasulullah berikut: Abu Hurairah ra. menyampaikan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak Halal uang hasil penjualan Anjing, dan hasil dari perdukunan, dan hasil dari pelacuran.” (HR. Abu Daud, dan dishahihkan Syekh al-Albani). Dan di riwayat lain, Abu Mas’ud ra. berkata: Bahwasannya Rasulullah saw. mengharamkan uang hasil penjualan Anjing, hasil pelacuran (prostitusi), dan uang hasil praktik perdukunan.” (HR. Bukhari).

Jadi Haram hukumnya berprofesi sebagai Dukun atau orang yang berpraktik perdukunan, dan uang yang dihasilkan juga haram hukumnya jika mereka konsumsi, baik untuk dirinya sendiri, untuk menafkahi keluarganya, atau untuk disumbangkan ke fakir miskin atau dana sosial lainnya. Bahkan Rasulullah saw. menyandingkannya dengan uang hasil penjualan Anjing dan hasil Prostitusi. Yang mendatangi dukun atau orang yang memanfaatkan jasa perdukunan juga dilarang, bahkan Rasulullah saw. tidak mengakui mereka sebagai ummatnya. Na’udzu billahi min dzalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar